Atraksi Bambu Gila, Pertunjukan Mistis dari Tanah Maluku
- https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Inbound4476844172050194182.jpg
Budaya, VIVA Bali –Tradisi Maluku dikenal kaya akan budaya unik, salah satunya adalah Bambu Gila atau yang juga disebut Buluh Gila. Pertunjukan ini bukan sekadar hiburan, melainkan ritual penuh mistisisme yang diyakini sudah ada sejak masa sebelum masuknya Islam maupun Kristen di Kepulauan Maluku. Menurut informasi dari laman resmi Portal Informasi Indonesia, kesenian ini biasanya dijumpai di Desa Liang, Kecamatan Salahatu, dan Desa Mamala, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, serta di Ternate, Maluku Utara. Dari daerah inilah Bambu Gila menjadi bagian identitas masyarakat.
Pertunjukan Bambu Gila diawali dengan ritual khusus. Sebatang bambu dipilih dari hutan, lalu dibersihkan oleh tetua adat. Seperti yang dipaparkan oleh Indonesia Kaya, ritual ini dilengkapi dengan pembakaran kemenyan yang dihembuskan ke bambu agar roh halus bisa masuk dan menghidupkan batang bambu tersebut. Akibatnya, bambu dipercaya bisa “bergerak sendiri” dan semakin liar saat musik pengiring dipercepat.
Dalam praktiknya, tujuh lelaki akan berpegangan pada bambu dan mencoba menahannya. Sementara itu, seorang pawang terus mengucapkan mantra, salah satunya dengan seruan “hei baramasuwel!” untuk menjaga agar bambu tetap terkendali dan tidak mencelakai pemain. Menurut penjelasan dari Indonesia Kaya, semakin cepat irama musik, semakin sulit pula bambu dikendalikan, sehingga tercipta suasana dramatis yang memikat penonton.
Lebih dari sekadar atraksi mistis, Bambu Gila juga menyimpan makna kebersamaan. Gerakan para pemain melambangkan pentingnya sinergi dan gotong royong. Indonesia Kaya menekankan bahwa dalam versi modifikasi, meski unsur magis mulai berkurang, nilai simbolis tentang kekuatan kolektif tetap menjadi inti pertunjukan ini.
Pengakuan terhadap Bambu Gila juga datang dari negara. Menurut catatan di Portal Informasi Indonesia, pada tahun 2013 Bambu Gila telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia untuk Provinsi Maluku Utara melalui SK Nomor 238/M/2013. Penetapan ini menegaskan bahwa tradisi ini memiliki nilai penting yang layak dilestarikan secara nasional.
Meski begitu, Bambu Gila tetap menghadapi tantangan. Generasi muda yang lebih akrab dengan hiburan digital membuat tradisi ini rawan ditinggalkan. Tanpa regenerasi pawang dan dokumentasi yang baik, Bambu Gila bisa tergerus zaman. Namun, komunitas budaya lokal masih aktif menjaganya melalui festival, sanggar seni, hingga pertunjukan pariwisata.
Bambu Gila mengingatkan kita bahwa tradisi bukan hanya tentang hiburan, melainkan juga warisan spiritual dan sosial. Di balik bambu yang tampak “gila”, tersimpan pesan tentang identitas, iman, dan kebersamaan yang terus hidup di tanah Maluku.