Sanghyang Dedari Tari Sakral Penolak Bala Warisan Budaya Bali

gadis Bali Kebaya Putih
Sumber :
  • https://www.vecteezy.com/photo/68679274-young-girl-praying-at-temple-in-bali-ceremony-with-offerings-in-background

 

Meski demikian, versi sakral Sanghyang Dedari masih tetap dijaga di Desa Adat Geriana Kauh. Di desa ini, tarian hanya digelar pada momen tertentu, biasanya saat padi mulai berbuah, sebagai bentuk doa agar tanaman terhindar dari malapetaka dan hasil panen melimpah. Tradisi tersebut dijalankan dengan khidmat, tetap berpegang pada nilai-nilai religius, serta melibatkan seluruh warga desa dalam suasana spiritual yang kental. Kehadiran Museum Sanghyang Dedari Giri Amertha di desa ini juga menjadi bukti keseriusan masyarakat setempat dalam mendokumentasikan sekaligus mewariskan pengetahuan tentang tarian sakral ini kepada generasi berikutnya.

Sementara itu, Nusa Penida menjadi pusat perhatian dalam upaya pelestarian Sanghyang Dedari. Tarian ini telah diajukan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, sebuah langkah penting untuk memastikan tradisi leluhur tetap terlindungi dari arus modernisasi. Dengan pengakuan nasional maupun internasional, Sanghyang Dedari dari Nusa Penida tidak hanya menjadi ritual sakral penolak bala, tetapi juga simbol kuat keteguhan masyarakat Bali dalam menjaga warisan spiritual mereka agar tetap hidup di tengah zaman yang terus berubah.