Filosofi di Balik Sate Lilit Bali, Lebih dari Sekadar Cita Rasa

Sate Lilit Bali, sate khas Bali yang punya cita rasa tersendiri
Sumber :
  • Sumber foto: istock https://www.istockphoto.com/id/search/2/image-film?phrase=sate+lilit

Dalam kegiatan mebat, sate lilit menjadi simbol kerja sama. Daging dihaluskan bersama, bumbu dicampur dengan penuh kehati-hatian, lalu dililit secara manual, biasanya oleh para wanita yang duduk melingkar sambil bercengkerama. Momen ini bukan sekadar proses memasak, tapi juga ritual sosial yang memperkuat solidaritas antar keluarga dan warga.

Evolusi dan Adaptasi Modern

Kini, sate lilit dapat ditemukan di warung pinggir jalan hingga restoran bintang lima. Meski begitu, banyak keluarga Bali yang tetap mempertahankan cara pembuatan tradisional, karena bagi mereka, lilitan daging ini bukan sekadar soal rasa, melainkan bentuk penghormatan pada leluhur dan budaya.

Adaptasi juga terjadi dalam pilihan bahan. Jika dulu sate lilit identik dengan daging babi atau ikan laut, kini banyak dijumpai versi ayam, bahkan jamur dan tahu, sebagai respons terhadap selera global dan kebutuhan diet modern. Namun, bumbu base genep tetap menjadi inti tak tergantikan, sebuah warisan rasa yang menjaga identitas kuliner Bali tetap utuh.

 

Sate Lilit sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Dalam beberapa tahun terakhir, para pemerhati budaya Bali telah mengusulkan agar sate lilit diakui sebagai bagian dari warisan budaya tak benda oleh pemerintah Indonesia, dan bahkan UNESCO. Langkah ini dianggap penting sebagai upaya pelestarian nilai-nilai budaya yang terkandung dalam kuliner tradisional Bali.