Megalitikum Tenganan, Desa Kuno yang Menjaga Zaman Batu
- https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/73/The_Pandan_War.jpg
Gumi Bali, VIVA Bali – Di timur Bali, tepatnya di Kabupaten Karangasem, terdapat sebuah desa bernama Tenganan Pegringsingan. Desa ini adalah salah satu desa Bali Aga tertua dan paling terpelihara, yang masih mempertahankan budaya dan adat istiadat kuno sejak sebelum masa kerajaan Majapahit.
Nama "Bali Aga" merujuk pada subsuku Bali yang menjalani gaya hidup berpedoman pada adat istiadat nenek moyang. Desa Tenganan dipercaya telah ada sejak abad ke-11 dan masih menjaga tradisi serta aturan adat yang ketat hingga kini. Berikut adalah beberapa aspek unik dari Desa Tenganan Pegringsingan:
Kain Gringsing yang Mistis
Kain Gringsing adalah salah satu warisan budaya kuno Bali yang masih bertahan hingga saat ini. Kain ini berasal dari tangan penduduk Desa Tenganan dan merupakan satu-satunya tenun ikat ganda asal Indonesia. Nama "Gringsing" diambil dari dua kata, yaitu "gring" yang berarti sakit dan "sing" yang berarti tidak, sehingga secara harfiah, kain Gringsing dimaknai sebagai kain yang mampu melindungi pemakainya dari hal-hal buruk.
Teknik tenun ikat ganda yang digunakan untuk membuat kain Gringsing adalah salah satu teknik tenun paling rumit di dunia. Proses pembuatannya memakan waktu yang sangat lama, hingga 2 sampai 5 tahun untuk motif ikat ganda. Pewarnaan kain dilakukan secara alami dengan menggunakan getah kayu, biji kemiri, dan bahan lainnya yang berasal dari alam. Kain Gringsing dipercaya memiliki kekuatan magis pelindung yang mampu menyembuhkan penyakit dan mengusir bala.
Perang Pandan "Mekare-Kare"
Salah satu ritual unik yang masih dipertahankan di Desa Tenganan adalah Perang Pandan atau "Mekare-Kare". Ritual ini dilakukan oleh para pria dewasa desa dengan menggunakan duri pandan sebagai senjata dan perisai rotan. Lebih dari sekadar pertunjukan, ritual ini adalah persembahan darah kepada dewa, simbol ketangguhan, dan penyatuan komunitas.
Luka yang terjadi selama ritual dianggap sebagai bagian sakral, bukan sebagai kekerasan. Ritual ini juga menjadi salah satu atraksi budaya yang menarik bagi wisatawan.
Hukum Adat Ketat
Desa Tenganan Pegringsingan memiliki sistem hukum adat yang sangat ketat. Sistem perkawinan endogami diterapkan, artinya hanya pernikahan di antara warga desa yang diizinkan. Aturan ketat juga diberlakukan mengenai kepemilikan tanah, dan larangan masuk bagi orang luar setelah senja masih dipertahankan.
Arsitektur desa juga mempertahankan aturan leluhur, dengan rumah-rumah tradisional yang berjajar rapi dan dikelilingi tembok tinggi. Setiap rumah memiliki fungsi khusus, seperti tempat tinggal, tempat upacara, atau tempat pembuatan kerajinan.
Peninggalan Megalitik
Desa Tenganan memiliki beberapa peninggalan megalitik yang menjadi tempat pemujaan bagi masyarakat setempat. Misalnya, Kakidukun yang bentuknya mirip phallus kuda dalam keadaan tegak, terletak di sisi utara desa dan merupakan tempat permohonan bagi suami-istri untuk mendapatkan anak. Ada juga Batu Taikik berbentuk monolith yang diyakini sebagai bekas isi perut atau kotoran kuda Onceswara, serta Penimbalan yang diyakini sebagai bekas paha kuda dan tempat upacara Teruna Nyoman.