Menkomdigi dan Gubernur Jabar Dorong Literasi Digital Anak Lewat PP Tunas

Menkomdigi (kanan) dan Gubernur Jawa Barat (kiri) sosialisasi PP Tunas
Sumber :
  • Dok. LeskiRizkinaswara/VIVA Bali

Purwakarta, VIVA BaliMenteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), menegaskan dalam melakukan pelindungan anak di ruang digital, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP Tunas) dan Literasi Digital menjadi pilar penting keberhasilan.

Bupati Lombok Barat Tegaskan Mutasi Dilakukan Secara Objektif dan Profesional

"PP Tunas bukan semata regulasi, tetapi bentuk nyata komitmen negara dalam menjaga anak-anak kita dari risiko dunia digital yang makin kompleks. Tapi tidak cukup dengan regulasi, literasi digital perlu terus dilakukan mulai dari orang tua, guru, dan seluruh stakeholder terkait," ujar Menkomdigi, Meutya Viada Hafid, di hadapan 1.000 peserta yang terdiri dari pelajar dan guru saat membuka kegiatan Sosialisasi PP Tunas dan Literasi Digital untuk Anak dan Remaja bertajuk Klik Aman, Anak Nyaman Bijak Gawai, Cerdas Online, di SMAN 2 Purwakarta, Rabu (14/05/2025).

 

Bupati Lombok Barat Mutasi 17 Kepala OPD, 10 Jabatan Strategis Masih Kosong

Menkomdigi Meutya Hafid saat beri materi kepada siswa/i

Photo :
  • Dok. LeskiRizkinaswara/VIVA Bali

 

Disdik Tabanan Luruskan Kabar Siswa SMA Tak Bisa Baca, Hoaks dan Opini Sepihak!

Kita patut berbangga, lanjut Menkomdigi, karena Indonesia merupakan salah satu negara (dari beberapa negara maju lainnya) yang telah mengatur keamanan digital bagi anak. “Kalau sesuai undang-undang siapapun yang belum 18 tahun diklasifikasikan sebagai anak, berarti disini semua termasuk anak-anak yang perlu kita lindungi,” lanjutnya.

Risiko Dunia Digital Nyata dan Meningkat

Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2024, 94,4% anak usia 13 – 18 tahun sudah terhubung ke internet, dengan waktu penggunaan rata-rata lebih dari 5 jam sehari. Sementara laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) 2023 menunjukkan 1 dari 3 anak mengalami gangguan pola tidur dan konsentrasi akibat penggunaan gawai berlebihan.

 

Siswa/i antusias dengan kedatangan gubernur dan menkomdigi

Photo :
  • Dok. LeskiRizkinaswara/VIVA Bali

 

"Kita tidak bisa menutup mata bahwa selain manfaat, ada ancaman yang mengintai, seperti konten negatif, interaksi asing berisiko, hingga eksploitasi data pribadi. Karena itu, pemerintah perlu melakukan pelindungan melalui regulasi PP Tunas ini," tambah Menkomdigi.

PP Tunas Mengatur, Bukan Melarang

PP Tunas mengatur akses digital anak berdasarkan usia dan tingkat risiko platform. Anak-anak di bawah 13 tahun hanya boleh mengakses platform khusus anak dengan risiko rendah dan persetujuan orang tua.

Remaja usia 13 – 15 tahun dapat mengakses platform risiko rendah, sementara anak 16 – <18 tahun boleh mengakses platform berisiko tinggi, tetap dengan persetujuan orang tua.

Menteri Meutya menjelaskan, aturan ini tidak bermaksud membatasi kreativitas anak di ruang digital, tetapi menempatkan mereka di jalur yang aman.

 

Siswa/i antusias dengan kedatangan gubernur dan menkomdigi

Photo :
  • Dok. LeskiRizkinaswara/VIVA Bali

 

"Kami ingin anak-anak tumbuh sebagai pribadi yang cakap digital, bukan korban digital. Karena itu, selain platform, orang tua, sekolah, dan pemerintah juga punya peran besar," ujarnya.

Selain itu, dalam PP Tunas juga melarang platform digital melakukan profiling, mewajibkan platform melakukan edukasi, menyediakan fitur pelindungan anak, serta kewajiban menghapus konten berbahaya dalam waktu 24 jam.

Literasi Digital dan Komitmen Bersama

Menteri Meutya juga menekankan dalam rangka melindungi anak di ruang digital perlu kerja kolaborasi, bukan hanya tanggung jawab satu pihak saja. Selain platform yang diberikan berbagai kewajiban, para orang tua, guru, hingga kepala daerah juga perlu melakukan literasi digital kepada anak – anak agar bijak di ruang digital.

Kegiatan ini menjadi langkah awal penting dalam membangun kesadaran kolektif tentang pelindungan anak di era digital. Pemerintah berharap gerakan literasi digital terus diperkuat hingga ke seluruh penjuru negeri, termasuk daerah yang masih minim akses informasi.

"Kami tidak hanya menyusun aturan, kami juga hadir bersama sekolah dan keluarga untuk menciptakan ekosistem digital yang ramah anak," pungkas Menteri Meutya.

Senada dengan Menkomdigi, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengatakan kepada para peserta bahwa anak-anak harus bisa menjadi subjek bukan menjadi objek dalam memanfaatkan ruang digital.

“Kita di media sosial mau menjadi subjek apa objek? Kalau menjadi subjek bisa sukses, kalau hanya jadi objek bisa kacau,” tutur Gubernur Jabar.

Pria yang akrab disapa Kang Dedi tersebut, menjelaskan fenomena saat ini mulai dari anak kecil, remaja, hingga orang dewasa tidak bisa lepas dari yang namanya smartphone. Sehingga perlu sekali pemahaman yang baik agar bisa bijak dalam menggunakan dan memanfaatkan gawai.

 

Sesi foto bersama selepas acara

Photo :
  • Dok. LeskiRizkinaswara/VIVA Bali

 

Gubernur Jabar juga menginfokan bahwa ia mengeluarkan surat edaran yang berisikan larangan menggunakan gawai pada kegiatan belajar mengajar. “Sebelum melewati dunia digital, kita harus melewati dulu dunia nyata. Kalau langsung ke digital tanpa belajar manual pola pikir kita tidak akan terasah,” tutup Kang Dedi.