Peneliti Temukan Gaya Asuh Orang Tua Pengaruhi Risiko Anak Terlibat Bullying

ilustrasi bullying pada anak
Sumber :
  • https://www.pexels.com/photo/children-finger-pointing-at-a-boy-sitting-on-a-wooden-floor-7929446/

Lifestyle, VIVA Bali – Bagaimana peran orang tua dalam mencegah anak menjadi pelaku atau korban bullying? Penelitian terbaru menunjukkan bahwa gaya pengasuhan orang tua berperan besar dalam membentuk keterlibatan remaja dalam perundungan, baik secara langsung di sekolah maupun secara daring di media sosial.

9 Cara Jitu Meningkatkan Bisnis Anda Lewat TikTok

Penelitian ini berjudul “Parental Responsibility, Blameworthiness, and Bullying: Parenting Style and Adolescents’ Experiences With Traditional Bullying and Cyberbullying”, ditulis oleh Ryan Broll dan Dylan Reynolds dan diterbitkan dalam jurnal Criminal Justice Policy Review (2020). Fokus utama studi ini adalah bagaimana tipe pengasuhan berpengaruh terhadap keterlibatan remaja dalam berbagai bentuk bullying serta persepsi publik terhadap siapa yang patut disalahkan: anak atau orang tua?

Apa Itu Bullying?

Bullying adalah tindakan menyakiti secara fisik, verbal, atau psikologis yang dilakukan secara berulang terhadap individu yang lebih lemah. Dalam era digital, bentuk ini berkembang menjadi cyberbullying, yaitu perundungan melalui platform online seperti media sosial, pesan teks, dan forum daring.

Generasi Z dan Tantangan Dunia Kerja  Antara Ambisi dan Realita

Penelitian ini membedakan dua bentuk bullying:

Traditional bullying: seperti mengejek, memukul, mengucilkan di sekolah.

Tips Agar Rambut Wangi Sepanjang Hari

Cyberbullying: seperti menyebarkan rumor, ancaman digital, atau penghinaan di internet.

Keduanya memiliki efek jangka panjang terhadap kesejahteraan mental remaja.

Penjelasan Teoretis

Penelitian ini merujuk pada kerangka Parenting Style Theory (Baumrind, 1966), yang mengelompokkan gaya pengasuhan ke dalam tiga tipe utama:

Autoriter (ketat dan tidak responsif)

Permisif (longgar dan memanjakan)

Autoritatif/Demokratis (tegas namun suportif)

Dalam konteks ini, Broll dan Reynolds meneliti apakah gaya pengasuhan tertentu lebih rentan melahirkan anak yang terlibat bullying atau cyberbullying. Selain itu, mereka mengaitkannya dengan teori moral responsibility, yakni siapa yang dianggap layak disalahkan ketika seorang anak melakukan tindakan menyimpang—anak itu sendiri, orang tuanya, atau lingkungan?

Fakta-Fakta yang Ditemukan

Penelitian ini dilakukan melalui survei terhadap lebih dari 800 responden remaja dan orang tua di Kanada. Hasilnya cukup mengejutkan:

Remaja yang dibesarkan dengan gaya autoriter lebih cenderung menjadi pelaku bullying, baik secara tradisional maupun daring. Kurangnya empati dan komunikasi dua arah di rumah diyakini memperkuat perilaku agresif.

Gaya permisif tidak melindungi anak dari risiko menjadi korban cyberbullying. Kurangnya batasan dan pengawasan membuat anak lebih rentan menjadi target, khususnya di dunia maya.

Remaja dengan orang tua demokratis memiliki risiko paling rendah untuk terlibat dalam bullying, baik sebagai pelaku maupun korban.

Secara sosial, orang tua dari pelaku cyberbullying lebih sering dianggap bersalah dibanding orang tua dari pelaku bullying tradisional. Publik cenderung melihat kegagalan pengawasan digital sebagai bentuk kelalaian orang

Hal Penting dalam Penelitian Ini

Broll dan Reynolds menekankan bahwa penanganan bullying tidak cukup dilakukan di sekolah atau dunia maya saja, tetapi harus dimulai dari rumah. Gaya pengasuhan berpengaruh langsung terhadap pembentukan empati, kontrol diri, dan tanggung jawab moral anak.

Lebih jauh, penelitian ini menyoroti perlunya kebijakan publik yang melibatkan orang tua secara aktif dalam program pencegahan bullying, termasuk edukasi gaya asuh, literasi digital, dan pelatihan keterlibatan emosional. Bukan hanya anak yang harus diajarkan untuk tidak membully, tetapi orang tua pun perlu dibekali agar tidak tanpa sadar mencetak pelaku atau korban berikutnya.