Baperan Banget Mungkin Emosimu Butuh Diatur Ulang

Saat Emosi Tak Bisa Disembunyikan
Sumber :
  • https://id.pinterest.com/pin/19421842135951611/

Lifestyle, VIVA Bali – Istilah “baper” sudah menjadi bagian dari percakapan sehari-hari masyarakat Indonesia. Singkatan dari “bawa perasaan” ini biasanya digunakan untuk menggambarkan seseorang yang terlalu sensitif atau terlalu serius menanggapi hal-hal yang sebenarnya dianggap biasa oleh orang lain.

1 Muharram Kain Kiswah Ka’bah Diganti, Ini Sejarah dan Maknanya

Dalam kehidupan sosial, orang yang dianggap baper sering kali menjadi bahan candaan, bahkan tidak jarang dianggap lemah atau terlalu drama. Tapi sebenarnya, apa itu baper dari sudut pandang psikologis? Apakah hanya sekadar sikap berlebihan, atau justru ada hal yang lebih dalam yang sedang terjadi dalam diri seseorang?

Baper bisa menjadi cerminan dari sensitivitas emosional seseorang. Ini bukan tentang siapa yang paling mudah tersinggung, melainkan bagaimana seseorang menanggapi suatu peristiwa secara emosional.

Perkembangan Seni Kontemporer Bali di Luar Ubud, Galeri Tersembunyi di Canggu

Mereka yang sering disebut baperan biasanya memiliki tingkat kepekaan yang tinggi terhadap ucapan, nada bicara, atau situasi sosial tertentu. Tanggapan emosional mereka kerap dianggap tidak proporsional, padahal yang terjadi bisa jadi adalah ketidakseimbangan dalam cara mereka mengatur dan mengekspresikan emosi.

Dalam psikologi, hal ini berkaitan erat dengan kemampuan regulasi emosi. Orang yang tidak mampu mengelola emosinya dengan baik akan lebih mudah merasa tersinggung, marah, atau sedih, bahkan oleh hal-hal yang bagi orang lain tidak terlalu berarti. Bukan karena mereka lemah, tapi karena emosi dalam diri mereka muncul dengan lebih kuat dan sulit dikendalikan. Ketika seseorang menyimpan perasaan tidak nyaman tanpa tahu bagaimana cara menyalurkannya secara sehat, baper pun muncul sebagai respons otomatis.

Jelajahi Diri Anda! Analisis Kepribadian Lewat Goresan Pena

Ada beberapa hal yang bisa menyebabkan seseorang menjadi mudah baper. Salah satu faktor utamanya adalah pengalaman masa kecil dan pola asuh yang diterima. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang minim kasih sayang, sering dikritik, atau tidak diberi ruang untuk mengungkapkan perasaan cenderung membawa luka batin yang memengaruhi cara mereka merespons emosi saat dewasa. Selain itu, pengalaman traumatis seperti penolakan, perundungan, atau tekanan sosial juga bisa memperkuat sensitivitas emosional seseorang.

Kecerdasan emosional atau emotional intelligence juga memainkan peran besar. Seseorang yang tidak terbiasa mengenali dan memahami perasaannya sendiri akan lebih mudah terjebak dalam perasaan negatif. Mereka tidak tahu cara mengidentifikasi apa yang sebenarnya mereka rasakan, apalagi menyampaikannya dengan cara yang sehat. Alhasil, setiap komentar, candaan, atau kritik dari orang lain bisa langsung dianggap serangan pribadi.

Halaman Selanjutnya
img_title