Masuk Sekolah? Cek Dulu 3 Kesiapan Ini pada Anak Anda!

Anak-anak sedang belajar menggunakan laptop.
Sumber :
  • https://www.pexels.com/photo/boy-using-silver-macbook-indoors-3401403/

Pendidikan, VIVA Bali – Menjelang tahun ajaran baru, banyak orang tua mulai mempersiapkan anaknya untuk masuk sekolah. Namun menurut psikolog klinis anak dan remaja Michelle Brigitta Shanny, M.Psi., Psikolog, kesiapan sekolah bukan hanya soal usia atau kemampuan membaca dan menulis, tetapi mencakup berbagai aspek perkembangan yang harus diperhatikan secara menyeluruh.

Pahami, Kemampuan Ini Akan Membantu di Dunia Kerja

“Kesiapan anak masuk sekolah mencakup perkembangan kognitif, motorik kasar, dan motorik halus. Ini adalah fondasi penting agar anak bisa belajar dan beraktivitas di kelas dengan baik,” ujar Michelle kepada ANTARA, Rabu (18/6).

Michelle, lulusan Universitas Padjadjaran yang kini berpraktik di Vajra Gandaria, menjelaskan bahwa aspek kognitif berperan besar dalam kesiapan belajar anak. Hal ini mencakup kemampuan anak untuk berpikir kritis, berkonsentrasi, mengingat, dan memecahkan masalah sederhana.

Jurusan Kuliah dengan Peluang Kerja Terbesar ditahun 2025

“Kesiapan kognitif membantu anak menyerap dan memahami instruksi, serta menghubungkan informasi baru dengan pengalaman yang sudah dimiliki. Anak yang siap secara kognitif cenderung lebih mudah mengikuti pelajaran dan berinteraksi di kelas,” tuturnya.

Ia menambahkan, rentang konsentrasi anak usia 4–7 tahun idealnya berkisar antara 8 hingga 15 menit. Kemampuan untuk tetap fokus dalam waktu tersebut, menyelesaikan aktivitas hingga tuntas, serta mengikuti arahan, menjadi tanda kesiapan yang penting.

Tips Awal Perkuliahan, Temen-Temen Mahasiswa Baru Wajib Tahu!

Michelle juga menekankan pentingnya melatih fokus anak sejak dini. Salah satu cara sederhana adalah dengan bercerita atau berdialog secara rutin. Kegiatan ini melatih anak untuk menyimak, memilah informasi penting, dan belajar mengabaikan gangguan yang tidak relevan.

“Misalnya, ketika anak sedang menggambar lalu teralihkan oleh mainan lain, lihat apakah ia bisa diarahkan kembali untuk menyelesaikan tugas awalnya. Itu menunjukkan perkembangan fokusnya,” jelas Michelle.

Selain kognitif, kesiapan motorik kasar seperti berlari, melompat, melempar, dan menendang juga perlu diperhatikan. Motorik ini penting untuk menunjang aktivitas fisik di sekolah, termasuk dalam kegiatan bermain dan berolahraga.

“Kalau motorik kasar anak belum matang, bisa saja ia kesulitan mengikuti permainan teman-temannya. Ini bisa membuatnya merasa tersisih dan memengaruhi interaksi sosialnya,” ujar Michelle.

Motorik kasar yang baik juga membantu anak memiliki stamina dan daya tahan tubuh selama beraktivitas seharian di sekolah.

Di sisi lain, motorik halus seperti kemampuan memegang alat tulis, menggunting, membuka botol minum, atau mengancingkan baju juga sangat penting. Kesiapan ini menunjang kemandirian anak dalam menjalani rutinitas di sekolah.

“Kalau anak belum bisa membuka kotak bekal atau mengenakan pakaiannya sendiri, ia akan kesulitan mengikuti kegiatan mandiri di sekolah. Ini bisa membuat anak merasa tidak nyaman atau bergantung pada guru,” ujarnya.

Michelle mengingatkan bahwa kesiapan anak untuk sekolah adalah hasil dari proses stimulasi dan pendampingan. Ia mendorong orang tua untuk menjalin komunikasi aktif dengan guru, serta meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita anak tentang hari-harinya di sekolah.

“Dengan mendengarkan cerita anak, orang tua bisa memahami dinamika emosional dan sosial yang sedang dialami anak—mulai dari semangat belajar, perubahan suasana hati, hingga pola bermain,” kata Michelle.

Jika diperlukan, orang tua juga bisa bekerja sama dengan psikolog sekolah untuk melakukan asesmen perkembangan anak secara berkala.

Masuk sekolah bukan sekadar transisi administratif, melainkan proses perkembangan penting dalam hidup anak. Melalui perhatian terhadap kesiapan kognitif, motorik kasar dan halus, serta komunikasi yang hangat dengan anak, orang tua dapat memastikan bahwa anak tidak hanya “masuk sekolah”, tetapi benar-benar siap untuk belajar dan tumbuh di dalamnya.

“Yang terpenting bukan seberapa cepat anak sekolah, tetapi seberapa siap ia untuk belajar, berteman, dan menghadapi dunia kecil bernama kelas,” tutup Michelle.