Menjelajahi Sisi Sakral Borneo, Destinasi Spiritual Kalimantan yang Wajib Izin Adat
- https://wisato.id/wisata-alam/cerita-pesona-lereng-pegunungan-meratus-yang-menawan/
Wisata, VIVA Bali –Kalimantan, atau Borneo, adalah permadani luas yang dihuni oleh kekayaan alam dan budaya spiritual yang mendalam, terutama dari Suku Dayak. Di mata masyarakat adat, hutan, sungai, dan gunung bukan sekadar bentang alam; mereka adalah entitas hidup, jalur komunikasi menuju para leluhur, dan tempat bersemayamnya dewa-dewa—sering disebut Jubata atau Mahatala. Oleh karena itu, pengalaman wisata di destinasi spiritual ini tidak bisa diperlakukan layaknya kunjungan ke taman rekreasi biasa. Kunci untuk memasuki dimensi sakral ini adalah melalui Tate' Adat (sikap menghormati adat) dan mematuhi tata krama yang sangat ketat.
Kewajiban Melapor dan Tata Krama Adat
Persyaratan paling mendasar bagi setiap pengunjung yang ingin menjelajahi situs-situs keramat di Kalimantan adalah wajib melapor kepada penjaga daerah atau pemangku adat setempat, seperti Damang, Temenggung, atau Balian. Prosedur ini bukanlah bentuk birokrasi, melainkan ritual pengakuan. Dengan melapor, wisatawan menyatakan niat baiknya dan secara tidak langsung meminta izin kepada roh-roh penjaga. Jika tidak melapor, kedatangan Anda dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak menghormati, mengganggu harmoni spiritual, dan berpotensi memicu konsekuensi yang tidak menyenangkan, baik secara spiritual maupun melalui hukum adat yang berlaku.
Rimba Murni dan Hutan Keramat
Salah satu destinasi yang paling menuntut ketaatan adalah Hutan Adat atau Hutan Keramat, yang sering disebut Rimba Murni. Contohnya termasuk kawasan di sekitar Gunung Tiong Kandang di perbatasan Kabupaten Sanggau dan Landak, atau beberapa bagian dari Hutan Adat Simpang di Ketapang. Kawasan ini dijaga sebagai jantung ekosistem dan tempat pelaksanaan ritual tertinggi. Kunjungan ke Rimba Murni sangat dibatasi dan seringkali hanya diizinkan untuk tujuan penelitian yang sangat spesifik atau studi budaya. Jika diizinkan, wisatawan wajib didampingi oleh pemandu lokal yang menguasai mantra atau doa khusus (Maminta ijin) untuk memohon izin dan perlindungan dari roh penjaga hutan.
Kesakralan Makam Adat Tiwah (Sandung dan Sapundu)
Area pemakaman adat Dayak yang masih mempertahankan tradisi Tiwah (upacara pengiriman arwah) adalah tempat dengan energi spiritual yang intens dan menuntut keseriusan. Di sini berdiri kokoh Sandung (rumah arwah yang menyimpan tulang belulang) dan Sapundu (tiang ukiran yang melambangkan orang yang meninggal). Monumen-monumen ini bukan sekadar patung; mereka adalah medium spiritual yang menyatukan dunia manusia dan roh. Pengunjung dilarang keras menyentuh, memanjat, apalagi merusak monumen ini. Pakaian harus sopan, dan perilaku harus tenang; berbicara kotor, merokok, atau buang air sembarangan adalah pantangan adat serius yang akan memicu sanksi atau denda yang harus dibayar kepada komunitas.