Polemik Sampah di Bali, TPA Suwung Ditutup, Moci Parkir di Depan Kantor Gubernur Hingga Kadis DLHK Hampir Jadi Tersangka
- Maha Liarosh/VIVA Bali
Denpasar, VIVA Bali – Masalah sampah di Pulau Bali menjadi isu krusial. Selain menimbulkan pencemaran, menumpuknya sampah di TPA Suwung maupun di luar pembuangan akhir juga berdampak pada sektor pariwisata.
Untuk itu, pemerintah menempatkan masalah ini ke dalam program super prioritas yang harus diselesaikan. Berbagai upaya dan regulasi dikeluarkan untuk mencapai Bali bersih sampah antara lain dengan menutup dan menyetop sampah organik di TPA Suwung.
Saat ini, untuk menghentikan sampah menggunung di Suwung dan menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, maka TPA Suwung harus ditutup akhir 2025. Amanat UU ini tentang penutupan sistem open dumping Pengelolaan Sampah di TPA.
Terhitung mulai 1 Agustus 2025, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Sarbagita Suwung tidak lagi menerima kiriman sampah organik. Selanjutnya, TPA seluas 32,4 hektare ini akan ditutup secara permanen pada akhir Desember 2025.
Gubernur Bali, Wayan Koster, mengungkapkan soal tekanan yang datang langsung dari pusat.
“Kalau nggak ditutup sampai bulan Desember, itu akan diterapkan pidana oleh Kementerian Lingkungan Hidup,” ujar Koster kepada Bali.viva.co.id usai Rapat Paripurna DPRD Bali di Kantor Gubernur Bali, Rabu, 6 Agustus 2025.
Dikatakan Koster, ancaman itu bukan ditujukan ke sembarang orang. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kepala UPTD TPA Suwung bahkan sudah sempat diproses untuk dijadikan tersangka lantaran alasan pencemaran lingkungan akibat operasional TPA yang tak lagi sesuai standar.
“Jujur saja, Kadis dan Kepala UPTD TPA Suwung sudah nyaris jadi tersangka,” ungkap Koster, menahan nada emosional.
Dikatakan Koster, KLHK juga sudah mengeluarkan aturan tegas, semua TPA lama harus ditutup, dan tidak boleh lagi ada pembangunan TPA baru.
“Jadi Menteri Lingkungan sudah tidak membolehkan lagi ada TPA. Yang lama harus ditutup, yang baru tidak boleh dibangun,” tegasnya.
Situasi ini membuat Koster mengambil keputusan besar, mengakhiri ketergantungan pada sistem TPA, dan memaksa seluruh pihak, mulai dari pemerintah kabupaten/kota hingga rumah tangga, untuk bergerak ke sistem pengelolaan sampah berbasis sumber.
Disisi lain, Penutupan TPA Suwung untuk sampah organik ini pun menuai aksi dari pengemudi motor cikar (moci) pengangkut sampah. Puluhan moci yang mengangkut sampah mendatangi Kantor Gubernur Bali dan memarkir mocinya yang penuh dengan sampah di depan Kantor Gubernur pada Senin, 4 Agustus 2025 lalu.
Para pengemudi menganggap penyetopan sampah organik ke TPA Suwung merupakan kebijakan Pemerintah Daerah yang dikeluarkan secara mendadak.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) Provinsi Bali I Made Rentin menampik anggapan yang menyebut Pemerintah Daerah membuat kebijakan tiba-tiba.
"Itu tidak tepat dan kurang beralasan," ujar Made Rentin dalam siaran persnya yang diterima Bali.viva.co.id.
Karena menurut Rentin, tahap penutupan TPA Suwung yang diawali dengan menyetop kiriman sampah organik ke TPA Suwung sudah dipersiapkan jauh-jauh hari dengan mengeluarkan sejumlah regulasi.
Ia menyebut, Gubernur Bali telah mengeluarkan Peraturan Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber (PSBS).
"Itu sudah dikeluarkan enam tahun lalu dengan regulasi turunan berupa Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah," jelasnya.
Sebelum menyetop kiriman sampah organik ke TPA Suwung mulai 1 Agustus 2025, tim gabungan yang terdiri Duta Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber Palemahan Kedas (PSBS PADAS) Putri Suastini Koster, DKLH Bali, Pokja Pembatasan Penggunaan Plastik Sekali Pakai dan Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber (PSP PSBS), secara masif turun melakukan sosialisasi.
Dikatakan Rentin, sejak bulan Juni 2025, setiap hari Selasa dan Jumat, tim gabungan melakukan sosialisasi di Kota Denpasar. Sosialisasi yang dipusatkan di empat kecamatan itu melibatkan Perbekel/Lurah, Bendesa Adat, TP PKK hingga Pasikian Krama Istri.