Pimpinan Ponpes Pemerkosa 3 Santriwati di Lombok Tengah Dituntut 19 Tahun Penjara
- dok. Humas Kejari/ VIVA Bali
Menurutnya, tuntutan ini diajukan sebagai bentuk komitmen Kejari Lombok Tengah dalam menegakkan hukum dan melindungi hak-hak anak sebagai korban tindak pidana seksual, khususnya yang dilakukan oleh orang yang memiliki posisi atau relasi kuasa seperti pendidik.
Pihaknya mengajak masyarakat untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas, demi memastikan pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya sesuai dengan hukum yang berlaku.
"Serta kami menghimbau kepada masyarakat terutama orang tua untuk dapat selalu mengawasi setiap pergaulan dan interaksi sosial anak sebagai bentuk antisipasi terhadap potensi tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual terhadap anak," imbuhnya.
Sementraa itu, untuk korban kekerasan atau ancaman kekerasan seksual juga dihimbau agar tidak takut dan segan melaporkan kepada aparat penegak hukum setiap tindakan kekerasan seksual baik yang dilihat ataupun dialaminya sendiri.
Sementara itu, kejadian dugaan pelecehan seksual tersebut terjadi pada tahun 2023. Modus pelaku adalah meminta santriwati membersihkan dapur dan ruangan. Saat sedang membersihkan, pelaku memeluk korban dari belakang dan melakukan pemerkosaan.
Pihak pelaku dan korban sempat berdamai 6 bulan setelahnya dan kasus itu diselesaikan secara kekeluargaan. Namun, pihak keluarga dari korban membatalkan perdamaian tersebut pada Januari 2025 lalu dan memilih untuk menuntut perilaku bejat yang dilakukan pimpinan ponpes tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku.