Gejolak di Tubuh PMI Lobar, Pemecatan Kepala UDD Tuai Protes Keras

dr. Harpatul Aini saat memberikan keterangan terkait
Sumber :
  • Moh. Helmi/Viva Bali

Lombok Barat, VIVA Bali –Keputusan mendadak Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Lombok Barat yang memberhentikan dr. Harpatul Aini dari jabatannya sebagai Kepala Unit Donor Darah (UDD) memicu polemik panas di internal organisasi kemanusiaan tersebut.

 

Pemecatan yang tertuang dalam Surat Keputusan Pengurus PMI Lobar Nomor 01 Tahun 2025 tertanggal 11 Juni 2025 itu langsung ditanggapi tegas oleh dr. Harpatul. Ia menyatakan keputusan tersebut cacat prosedur, tidak sesuai aturan organisasi, dan dilandasi asumsi yang keliru. “Saya tidak pernah mengundurkan diri, tidak melakukan pelanggaran, dan pemecatan ini dilakukan secara terburu-buru, tanpa mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Organisasi PMI Nomor 003/PO/PP.PMI/VIII/2020,” tegasnya dalam surat keberatan resmi yang disampaikan ke Bali.viva.co.id, Minggu, 22 Juni 2025.

 

Menurut dr. Harpatul, persoalan bermula dari kebutuhan revisi terhadap Surat Keputusan yang berkaitan dengan proses akreditasi. Ia menyatakan telah mengikuti arahan lembaga akreditasi dan Kementerian Kesehatan dengan baik, tanpa ada pelanggaran. Namun, tindakan itu justru dijadikan dasar pemberhentiannya. “Saya hanya mengikuti arahan lembaga yang berwenang. Tidak seharusnya saya disalahkan,” ujarnya.

 

Plt Tidak Sesuai Kualifikasi, STR Digunakan Tanpa Izin

 

Ia juga menyoroti pengangkatan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala UDD yang dianggap tidak memiliki kompetensi yang memadai. “Individu yang ditunjuk bukan seorang dokter, tidak punya STR maupun sertifikat yang diperlukan. Bahkan nama saya, STR dan SIP saya digunakan tanpa izin untuk izin operasional UDD,” tegasnya.

 

dr. Harpatul menyebut tindakan itu tidak hanya melanggar etika, tetapi juga memiliki implikasi hukum. “Saya tidak berkenan jika nama saya terus digunakan tanpa izin. Saya siap bertanggung jawab tentang pernyataan ini di hadapan hukum,” tegasnya dalam pernyataan tertulis.

 

Tanpa Teguran, Tanpa Rekomendasi

 

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa keputusan pemecatan itu tidak didahului dengan teguran sesuai Pedoman Kepegawaian PMI Tahun 2012. Ia juga menyayangkan tidak adanya rekomendasi dari PMI Provinsi NTB, tidak melibatkan Dewan Kehormatan, dan tidak ada berita acara rapat pleno.

 

 Ia mempertanyakan pula siapa pengurus definitif yang bertanggung jawab atas keluarnya SK Nomor 030 Tahun 2025 dari PMI Provinsi NTB, sebab selama lebih dari dua pekan tidak ada informasi jelas kepada dirinya dan tim.

 

Dengan sederet kejanggalan yang ia paparkan, dr. Harpatul menyatakan akan menempuh jalur hukum untuk melindungi hak dan nama baiknya. Ia juga menyampaikan niatnya untuk mencabut izin penggunaan STR dan SIP yang masih terasosiasi dengan UDD PMI Lombok Barat.

 

Kasus ini mencuat di tengah sorotan publik terhadap pentingnya transparansi dan akuntabilitas lembaga kemanusiaan. Banyak pihak kini menunggu langkah resmi dari PMI Provinsi maupun pusat terkait penyelesaian polemik ini.

 

“Yang saya perjuangkan bukan hanya posisi, tapi prinsip dan integritas. Saya ingin organisasi ini tetap berjalan secara profesional dan tidak mencederai marwah kemanusiaan,” tutup dr. Harpatul.