Kepala SMPN 1 Praya Timur Dipanggil Kejaksaan Terkait Denda Rp 2 Juta Kepada Pengantin Viral

Pengantin anak yang menikah viral beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • FB Devi Mandut/ VIVA Bali

Lombok Tengah, VIVA Bali – Kepala SMPN 1 Praya Timur, Abdul Hanan mengaku telah memenuhi  panggilan Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah pada Senin, 16 Juni 2025. Pemanggilan tersebut terkait dengan pemberian denda Rp 2 juta kepada SMY (14), siswa sekolahnya yang menikah dini dan viral beberapa waktu lalu.

"Saya bersama Kasi Kurikulum Dinas Pendidikan tadi ke sana (Kejaksaan). Itu  terkait dengan dasar aturan pemberian denda itu," ujar Abdul Hanan eksklusif kepada Bali.viva.id. 

Kepada penyidik Kejari Lombok Tengah, Abdul Hanan memberikan penjelasan dan klarifikasi mengenai dasar pemberian denda kepada SMY. 

Di mana aturan itu sudah tertuang dalam keputusan sekolah yang ditandatangani bersama wali murid atau komite sekolah. Kesepakatan dengan komite ini selalu disosialisasikan dan diperbaharui setiap tahun ajaran baru saat penerimaan peserta didik baru. Tujuannya untuk memberikan efek jera dan tidak ada murid yang berani menikah dini.

"Itu ada aturannya. Ada juga itu berita acara kesepakatannya. Itu kami tunjukkan ke Kejaksaan. Dan dari Kejaksaan mengatakan tidak apa-apa kalau ada dasarnya (pemberian denda) tapi kami diminta kirimkan dokumen kesepakatannya," imbuh Abdul Hanan.

Menurutnya, rata-rata sekolah di Lombok Tengah menerapkan pemberian denda Rp 2 juta kepada murid yang menikah dini. Karena tujuannya semata-mata agar siswa tidak menikah di usia sekolah. Meski diakui kalau pada akhirnya pernikahan anak tetap saja terjadi. Namun, jumlahnya diakui bisa berkurang dibandingkan dengan tidak ada aturan itu.

"Bahkan saya katakan, kalau sebagai guru, saya akan menarik uang lebih dari Rp 2 juta. Karena ini tujuannya semata-mata memang untuk memberikan efek jera. Bukan pungutan," tegasnya.

Dia juga menjelaskan kalau uang denda SMY sudah diterima pihak sekolah dan dimanfaatkan untuk melengkapi fasilitas sekolah. Dan sejauh ini tidak ada keberatan dari pihak keluarga mengenai hal ini.

Selain diklarifikasi mengenai dasar pemberian denda, dia mengatakan kalau Kejaksaan juga mempertanyakan apakah pihak sekolah telah mengeluarkan SMY seperti pemberitaan yang beredar. Dia menegaskan kalau SMY sampai saat ini masih tercatat sebagai siswi SMPN 1 Praya Timur.

"Tidak pernah dia dikeluarkan. Dia disilahkan kalau mau masuk sekolah. Tidak ada yang bertanya kepada kami apakah sudah dikeluarkan atau tidak. Tiba-tiba ada pemberitaan dikeluarkan dari sekolah. Jadi terkesan salah. Padahal tidak dikeluarkan pun kalau tidak masuk akan salah karena dianggap penggelembungan dana BOS," tandasnya.

Oleh sebab itu, Kejaksaan meminta pihaknya untuk mengunjungi SMY di rumahnya dan memintanya untuk kembali bersekolah. Kalau SMY tidak mau, harus dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandangani secara sah. Kemudian, mengenai uang denda Rp 2 juta itu, kejaksaan juga meminta sekolah untuk menanyakan kepada orangtua SMY apakah merasa keberatan atau tidak.

"Kalau mereka keberatan, itu nanti bagaimana penyelesaiannya. Kalau setuju, itu juga sama-sama dibuktikan dengan surat pernyataan," kata Abdul Hanan.