Shinrin-yoku Bukan Hiking, Ini 5 Perbedaan Mendasarnya
- Hiking untuk menaklukkan alam, Shinrin-yoku untuk disembuhkan alam
Lifestyle, VIVA Bali – Saat mendengar istilah "terapi hutan" atau Shinrin-yoku, banyak orang mungkin langsung membayangkan aktivitas berjalan kaki menyusuri jalur setapak di tengah alam. Gambaran ini seringkali tumpang tindih dengan aktivitas lain yang lebih familiar, yaitu hiking atau mendaki. Keduanya memang sama-sama dilakukan di alam dan menyehatkan, namun anggapan bahwa keduanya sama adalah sebuah kesalahpahaman.
Meskipun berbagi "arena" yang sama, yaitu alam, Shinrin-yoku dan hiking memiliki filosofi, tujuan, dan praktik fundamental yang berbeda. Memahami perbedaan ini adalah kunci untuk bisa merasakan manfaat unik dari masing-masing aktivitas.
Dilansir dari berbagai sumber kredibel, termasuk institusi seperti Stanford University dan portal pariwisata resmi Jepang, berikut adalah lima perbedaan mendasar antara keduanya.
1. Perbedaan Tujuan, Mencapai Puncak vs Mencapai Ketenangan
Perbedaan paling mendasar terletak pada tujuannya. Seperti yang dijelaskan oleh Stanford Center for Health Education, tujuan utama dari hiking adalah pencapaian fisik. Anda memiliki destinasi yang jelas, puncak bukit, air terjun, atau sekadar menyelesaikan sebuah rute dengan jarak tempuh tertentu. Fokusnya adalah pada "melakukan" sesuatu.
Sebaliknya, terapi hutan Jepang atau Shinrin-yoku tidak memiliki tujuan destinasi. Tujuannya bersifat internal, yaitu mencapai ketenangan, mengurangi stres, dan membangun kembali koneksi dengan alam. Fokusnya adalah pada "menjadi" (being), bukan "melakukan" (doing). Anda tidak sedang pergi ke suatu tempat; Anda sudah berada di tempat yang seharusnya.
2. Perbedaan Kecepatan, Langkah Cepat vs Langkah Sangat Lambat
Karena tujuannya berbeda, kecepatan gerakannya pun berbeda total. Hiking umumnya dilakukan dengan kecepatan yang konsisten dan cukup cepat untuk menjaga ritme jantung dan menempuh jarak.
Sementara itu, Shinrin-yoku dilakukan dengan langkah yang sangat lambat dan santai. Anda didorong untuk sering berhenti tanpa alasan, duduk di atas akar pohon, atau sekadar berdiri diam untuk mengamati sekitar. Menurut Japan.travel, situs pariwisata resmi Jepang, sesi Shinrin-yoku selama dua jam mungkin hanya menempuh jarak satu atau dua kilometer saja.
3. Perbedaan Fokus, Usaha Fisik vs Pengalaman Panca Indera
Fokus atensi Anda saat melakukan kedua aktivitas ini sangatlah berbeda. Saat hiking, fokus Anda cenderung pada usaha fisik, detak jantung, napas yang terengah-engah, kekuatan otot kaki untuk menanjak, dan navigasi rute.
Fokus utama Shinrin-yoku adalah pengalaman sensoris. Anda secara sadar dan sengaja menggunakan kelima indra Anda untuk "menyerap" atmosfer hutan. Anda melatih mata untuk melihat detail terkecil seperti pola lumut di batu, telinga untuk mendengar gemerisik daun, hidung untuk mencium aroma tanah yang basah, kulit untuk merasakan embusan angin, dan bahkan lidah untuk merasakan kesegaran udara.
4. Perbedaan Dampak Fisiologis, Latihan Kardio vs Relaksasi Saraf
Kedua aktivitas ini memicu respons yang berbeda di dalam tubuh. Hiking adalah bentuk latihan kardiovaskular yang sangat baik, mengaktifkan sistem saraf simpatik (respons "lawan atau lari") untuk memompa darah dan energi ke otot.
Di sisi lain, berbagai studi ilmiah yang dirangkum dalam jurnal di PubMed Central menunjukkan bahwa Shinrin-yoku secara spesifik bertujuan untuk menenangkan sistem saraf simpatik dan mengaktifkan sistem saraf parasimpatik. Praktik ini terbukti menurunkan kadar stres, memperlambat detak jantung, dan menurunkan tekanan darah, yang merupakan kunci utama untuk manfaat kesehatan pada mental.
5. Perbedaan Hasil Akhir, Rasa Lelah vs Rasa Segar Batin
Setelah menyelesaikan rute hiking yang menantang, "hasil akhir" yang Anda rasakan biasanya adalah kelelahan fisik yang memuaskan, disertai rasa bangga atas pencapaian.
Sementara itu, "hasil akhir" dari sesi Shinrin-yoku bukanlah kelelahan fisik, melainkan rasa segar secara mental dan emosional. Anda akan merasa lebih tenang, pikiran lebih jernih, dan suasana hati membaik. Ini bukan tentang menaklukkan alam, tetapi tentang membiarkan alam menyembuhkan Anda dari dalam.