Remaja Butuh Tidur Cukup! Riset Ungkap Dampak Begadang pada Otak

Kurang tidur bisa berdampak pada kesehatan otak dan mental remaja
Sumber :
  • https://unsplash.com

Lifestyle, VIVA Bali – Banyak remaja menganggap begadang bukan hal serius—kalau besok bisa tidur siang, toh semua akan baik-baik saja. Namun riset terbaru menunjukkan bahwa motif ini dapat memengaruhi perkembangan otak dan kesehatan mental.

Sebuah studi dari University of Cambridge dan Fudan University melibatkan 3.222 remaja, dan hasilnya cukup mengejutkan. Remaja yang tidur lebih awal, lebih lama, dan memiliki detak jantung lebih rendah saat tidur ternyata memperoleh skor lebih tinggi pada tes kognitif, termasuk kemampuan membaca, kosakata, serta pemecahan masalah. Bahkan, pemindaian otak menunjukkan volume otak mereka lebih besar dan fungsi kognitif lebih unggul dibanding teman sebaya yang begadang.

Studi ini juga menyoroti fakta bahwa bahkan selisih kecil waktu tidur—kurang dari 20 menit per malam—bisa memberi dampak positif, terutama bila berlangsung terus menerus. Rutin tidur berkualitas ternyata membantu konsolidasi memori dan memperkuat performa intelektual, sesuatu yang penting bagi remaja yang otaknya masih berkembang

Selain itu, penelitian yang dikutip The Guardian menyoroti bahwa ritme sirkadian remaja berbeda dari orang dewasa. Remaja cenderung memiliki “jam biologis” yang mendorong mereka untuk tidur lebih larut. Namun, sistem sekolah yang tetap menuntut mereka bangun pagi justru memperparah kurang tidur. Kondisi ini menciptakan ketidaksesuaian antara jam biologis alami dengan jadwal sosial, yang dikenal sebagai social jetlag. Dalam jangka panjang, social jetlag bisa memengaruhi performa akademik maupun kesehatan mental mereka.

Namun, bukan hanya soal performa otak; gaya hidup begadang juga dikaitkan dengan risiko kesehatan serius. Menurut Health.com, remaja dengan kecenderungan "night owl" alias penikmat malam cenderung berisiko lebih tinggi mengalami kondisi seperti depresi, diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi, hingga kemampuan regulasi emosi yang terganggu. Mereka juga lebih rentan kehilangan motivasi untuk berolahraga, dan lebih mudah terjerumus dalam pola makan kurang sehat atau perilaku impulsif.

Tidak kalah penting, kebiasaan begadang juga terbukti berdampak pada keterampilan sosial. Penelitian menemukan bahwa remaja yang tidur cukup cenderung memiliki keterampilan komunikasi dan regulasi emosi yang lebih baik. Sebaliknya, kurang tidur membuat mereka lebih mudah tersulut emosi dan sulit membaca ekspresi orang lain. Akibatnya, hubungan dengan teman sebaya maupun keluarga bisa terganggu. Artinya, tidur cukup di usia remaja bukan hanya kunci kecerdasan akademis, tetapi juga fondasi penting bagi kecerdasan emosional dan sosial.

Pada akhirnya, begadang di kalangan remaja bukanlah sekadar kebiasaan atau gaya hidup, melainkan fenomena kompleks yang dipengaruhi jam biologis, tuntutan sosial, dan budaya digital. Dampaknya pun nyata, mulai dari turunnya performa akademik, meningkatnya risiko kesehatan jangka panjang, hingga terganggunya hubungan sosial. Karena itu, penting bagi remaja, orang tua, maupun institusi pendidikan untuk lebih peka terhadap kebutuhan tidur, sekaligus mencari cara praktis agar pola tidur lebih selaras dengan kesehatan dan kesejahteraan.