Gejalanya Mirip Masuk Angin, Kenali Tanda Kanker Ovarium Sebelum Terlambat

Ilustrasi seorang wanita yang terbaring lemas.
Sumber :
  • https://www.pexels.com/photo/woman-in-white-and-black-polka-dot-hijab-sitting-on-sofa-6436248/

Kesehatan, VIVA Bali – Di balik wajah perempuan yang tampak sehat, bisa saja tersembunyi ancaman yang nyaris tak terdengar, kanker ovarium merupakan kanker ginekologi yang paling mematikan, kini menjadi perhatian serius dunia medis. Dengan gejala awal yang sangat samar, penyakit ini sering kali baru terdeteksi saat sudah berada di stadium lanjut.

Dr. Muhammad Yusuf, Sp.OG (K) Onk, dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Onkologi, menyebut bahwa mayoritas pasien kanker ovarium baru menyadari keberadaan penyakitnya saat sudah berada di stadium 3 atau 4.

“Gejala awal kanker ovarium sangat tidak spesifik. Karena itu banyak pasien terlambat datang ke dokter dan akhirnya harus menjalani operasi besar serta kemoterapi,” ungkapnya dalam diskusi kesehatan di Jakarta, Kamis, 24 Juli 2025, dikutip dari Antara.

Menurut data World Cancer Research Fund, Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan kasus kanker ovarium tertinggi di dunia, mencatat sekitar 15.130 kasus baru setiap tahunnya. Jumlah yang tinggi ini menunjukkan bahwa deteksi dini masih menjadi tantangan besar bagi masyarakat Indonesia.

Kondisi ini mendorong pentingnya peran berbagai pihak termasuk masyarakat, tenaga kesehatan, hingga pembuat kebijakan untuk meningkatkan kesadaran dan edukasi terkait kanker ovarium.

Salah satu tantangan terbesar dalam penanganan kanker ovarium adalah tingkat kekambuhan yang sangat tinggi. Menurut dr. Yusuf, hingga 70 persen pasien mengalami kekambuhan dalam tiga tahun pertama, meski telah menjalani kemoterapi awal.

Pada kanker ovarium stadium lanjut, pasien harus menjalani operasi besar yang mencakup pengangkatan satu atau kedua ovarium, tuba falopi, rahim, hingga seluruh jaringan kanker yang terlihat. Setelah itu, kemoterapi tetap dibutuhkan untuk membunuh sel kanker yang tidak kasatmata.

Namun, jika kanker kambuh, masa remisi (bebas dari kanker) biasanya menjadi lebih singkat, dan risiko kematian meningkat drastis.

Meski demikian, dunia medis terus berkembang. Kini, tersedia perawatan terpersonalisasi dan terapi target yang dapat diberikan pascaoperasi dan kemoterapi, tergantung pada hasil pemeriksaan pasien.

Dr. Freddy, Direktur Medis AstraZeneca Indonesia, menyatakan bahwa pendekatan ini dapat memberikan peluang hidup yang lebih baik bagi pasien.

“Menjalani perawatan yang disesuaikan setelah operasi dan kemoterapi adalah langkah penting. Antisipasi terhadap kekambuhan sangat menentukan kualitas hidup jangka panjang,” jelasnya.

Kanker ovarium memang sulit dideteksi sejak dini karena gejalanya mirip dengan masalah pencernaan ringan. Namun, jika Anda mengalami gejala-gejala berikut secara terus-menerus selama beberapa minggu, sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter:

Perut terasa kembung dan membesar

Nyeri di panggul atau perut bagian bawah

Cepat merasa kenyang saat makan

Penurunan berat badan tanpa sebab

Sering buang air kecil

Kanker ovarium bukan hanya tantangan medis, tapi juga sosial. Kurangnya kesadaran, minimnya edukasi, dan stigma terhadap kesehatan reproduksi membuat banyak perempuan Indonesia terlambat mendapatkan bantuan medis.

Jangan tunggu sampai terlambat. Satu langkah kecil untuk peduli pada tubuh sendiri bisa menyelamatkan nyawa.

Deteksi dini, edukasi berkelanjutan, serta dukungan dari keluarga dan lingkungan adalah kunci untuk menekan angka kematian akibat kanker ovarium. Mari sebarkan kesadaran ini, demi kehidupan perempuan Indonesia yang lebih sehat dan lebih kuat.