Kembalinya Tenun Geringsing untuk Kalangan Muda, Kolaborasi Desainer dengan Penenun Tenganan
- https://cdn.grid.id//crop/0x0:0x0/700x0/photo/2025/03/07/gringsingjpg-20250307124837.jpg
Gumi Bali, VIVA Bali – Dalam beberapa dekade terakhir, minat generasi muda Bali terhadap wastra tradisional semakin menurun seiring maraknya produk tekstil modern dan globalisasi mode. Namun, belakangan ini Tenun Geringsing kain double ikat khas Desa Tenganan Pagringsingan, Bali Timur, menunjukkan gelombang kebangkitan berkat kolaborasi kreatif antara desainer muda dan penenun setempat.
Artikel ini mengulas latar sejarah, tantangan keberlanjutan, upaya perlindungan hukum, hingga inisiatif kolaboratif yang melibatkan generasi baru, dengan merujuk pada sumber pemerintah, jurnal akademik, serta dokumentasi buku dan riset mendalam.
Sejarah Singkat dan Filosofi Geringsing
Tenun Geringsing tumbuh berkembang di Desa Tenganan Pagringsingan, Karangasem, Bali, dan dikenal sebagai satu-satunya kain double ikat di Indonesia. Kata “gering” berarti sakit dan “sing” berarti tidak, sehingga makna harfiahnya adalah penolak bala atau kain yang diyakini menolak penyakit dan roh jahat. Teknik pewarnaan menggunakan bahan alami (kemiri, kayu tegeran, dan nila) serta proses rendaman berkali-kali secara ritual (konon hingga 42 hari setiap fase) menegaskan nilai magis dan sakralitas Geringsing.
Tantangan Keberlanjutan Produksi
Penelitian Monita & Budhi (2018) menunjukkan bahwa faktor tenaga kerja, keunikan, dan modal berpengaruh signifikan terhadap volume produksi Tenun Geringsing. Keunikan motif ternyata memiliki dampak negatif secara parsial karena memerlukan keterampilan tinggi dan waktu ekstrim, sehingga menyulitkan skala produksi massal. Sementara itu, modal sosial (jaringan komunitas) memperkuat kemampuan penenun, tetapi kerap tak tersertakan optimal dalam strategi branding yang modern.
Perlindungan Hukum dan Indikasi Geografis
Pada 2023, Pemprov Bali mengumumkan pendaftaran Indikasi Geografis (IG) untuk Tenun Geringsing beserta kain Endek, memberikan payung hukum bagi penertiban dan pencegahan pemalsuan. Regulasi ini mendorong partisipasi aktif pemerintah daerah dan Kementerian Hukum dan HAM dalam edukasi UMKM tekstil tradisional, sekaligus memperkuat posisi tawar penenun di pasar nasional.
Peran Pemerintah dan Kemenparekraf
Melalui platform jadesta.kemenparekraf.go.id, Desa Wisata Tenganan Pegringsingan menjadi destinasi unggulan, di mana wisatawan terutama kalangan muda diberi kesempatan mempelajari proses pembuatan hingga membeli langsung kain Geringsing. Program edukasi ini memperkenalkan makna filosofis motif, teknik double ikat, dan kearifan lokal kepada pelajar serta influencer, yang selanjutnya memicu penyebaran konten kreatif di media sosial.
Inisiatif Kolaborasi Desainer Muda
1. Bali Fashion Trend 2024
Bank Indonesia Provinsi Bali bekerja sama dengan Indonesia Fashion Chamber (IFC) Denpasar menggelar Bali Fashion Trend 2024. Salah satu sesi talkshow menyoroti Tenun Geringsing dan praktik zero waste management, diikuti fashion show hasil kolaborasi desainer lokal dengan penenun Tenganan. Inisiatif ini membuka ruang kreativitas bagi mahasiswa mode dan desainer pemula untuk bereksperimen motif Geringsing pada potongan kontemporer—jak crop-top, jaket bomber, hingga aksesori tas.
2. IBT 2025 - Sinergi Artisan dan Desainer
Pada Indonesia Biennale Textile (IBT) 2025, Sun Power Ceramics berkolaborasi dengan Atelier Yoda menghadirkan instalasi fusi keramik dan tekstil; motif Geringsing diaplikasikan pada permukaan tegel keramik, sekaligus mempromosikan logo “Geringsing Blue” karya desainer muda Bali. Kolaborasi ini menandai perluasan aplikasi Geringsing ke produk gaya hidup, menarik minat kawula muda yang mencintai desain berbasis warisan budaya.
Dampak pada Kalangan Muda
Hasil survei Forum Industri Kreatif Bali (2024) mencatat peningkatan 35% partisipasi pelajar desain fesyen dalam lokakarya Geringsing dibanding tahun sebelumnya. Desainer muda, yang semula menganggap Geringsing terlalu “formal” atau sakral, kini bereksperimen memasang aksen pada pakaian streetwear hingga athleisure, sehingga meretas batas penggunaan teks tradisional hanya untuk upacara adat.
Upaya Edukasi dan Pelatihan
Beberapa perguruan tinggi seni di Bali, seperti ISI Denpasar dan Universitas Udayana, memasukkan modul Contemporary Textiles dengan studi lapangan di Desa Tenganan. Modul ini menitikberatkan pada kolaborasi riset motif (etnografi) dan pengembangan desain produk, bekerja sama langsung dengan perajin untuk mendokumentasikan motif-motif langka, sekaligus membuka jalur magang bagi mahasiswa.
Peluang dan Rekomendasi
1. Digitalisasi Motif: Mendorong dokumentasi motif Geringsing lewat 3D scanning dan arsip digital di portal Kebudayaan Kemdikbud–ristek (.go.id).\
2. Platform E‑Commerce Khusus: Membentuk marketplace UMKM tenun tradisional yang menampilkan profil penenun, sejarah kain, dan sertifikat IG.
3. Festival Mode Antar Kampus: Mengadakan kompetisi desain Geringsing antar kampus se‑Nusantara untuk memperluas jaringan kolaborasi.
4. Pendampingan Bisnis: Melibatkan lembaga mikro‑kredit pemerintah, seperti LPDB KS (Lembaga Pengelola dana bergulir Koperasi dan Usaha Mikro), untuk pembiayaan skema pra‑pesanan (pre‑order) bagi penenun pemula.