Ternyata Pola Asuh Zaman Dulu Bisa Timbulkan Luka Batin, Ini Penjelasannya

Ilustrasi orang tua yang sedang bermain dengan anak mereka.
Sumber :
  • https://www.pexels.com/photo/family-bonding-on-a-sunlit-sandy-beach-29702167/

Jiemi menegaskan bahwa ini bukan hanya soal komunikasi buruk antara individu, tetapi menyangkut kesenjangan budaya antargenerasi. Orang tua kita dibentuk oleh zaman yang berbeda, dengan nilai-nilai yang tak selalu selaras dengan harapan emosional anak-anak zaman sekarang.

“Banyak orang tua punya niat baik untuk berkomunikasi. Tapi karena pola asuh lama yang terbentuk sejak kecil, cara itu tak lagi relevan buat anak sekarang,” kata Jiemi.

Ia bahkan menyebut bahwa dalam banyak kasus, anak akhirnya memilih memutus hubungan emosional bahkan fisik dengan orang tua, karena merasa cara mereka dalam menyampaikan cinta dan kepedulian justru menyakitkan.

Meski terlihat seperti tembok tinggi yang tak bisa ditembus, Jiemi yakin bahwa hubungan antara anak dan orang tua masih bisa dipulihkan jika dimulai dari pemahaman dan penyembuhan pribadi.

“Kalau anak bisa memulihkan trauma itu dan mencoba berbicara dengan orang tua, mereka akan bisa mengerti dan mau berkolaborasi untuk memperbaiki pola asuh yang disepakati,” ujarnya.

Kuncinya adalah membangun dialog baru, bukan berdasarkan kemarahan atau rasa benar sendiri, tapi dari keinginan untuk menjembatani dua cara pandang yang berbeda.

Tidak ada orang tua yang sempurna, dan tidak ada anak yang selalu benar. Tapi dengan saling memahami bahwa setiap generasi punya cara mencinta dan menyesal yang berbeda, luka-luka lama bisa menjadi jembatan menuju hubungan yang lebih sehat.