Romansa dalam Nada, Sejarah dan Perkembangan Musik Keroncong

Penampilan musik keroncong oleh Orkes Keroncong Bintang Surakarta.
Sumber :
  • https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Waldjinah_met_Orkes_Keroncong_Bintang_Surakarta_Tong_Tong_Fair2.jpg

Budaya, VIVA BaliMusik keroncong adalah salah satu genre musik tradisional Indonesia yang punya akar sejarah panjang dan nuansa khas yang tak lekang dimakan zaman. Menurut fakta yang dipaparkan oleh Radio Republik Indonesia, keroncong lahir dari pengaruh musik Portugis yang dibawa ke Nusantara pada masa kolonial dan berevolusi menjadi bagian dari identitas musikal Indonesia. Karakter khasnya adalah penggunaan instrumen seperti ukulele (cuk, cak), gitar, cello, serta vokal lembut yang berpadu dengan irama yang terkadang melambat namun penuh nuansa emosional.

Pada sisi lain, kolaborasi antara keroncong dan elemen budaya lain juga memperlihatkan fleksibilitas genre ini. Seperti digambarkan dalam pertunjukan CongYang, yang disebut dalam artikel Bentara Budaya, keroncong dikolaborasikan dengan seni wayang orang (yang disebut “Yang”). Pertunjukan itu memadukan gamelan Jawa dan keroncong sehingga tercipta suasana dramatis yang memikat penonton. Dalam konteks ini, musik keroncong tidak hanya berdiri sendiri, tetapi menjadi medium seni yang bisa menyatu dengan bentuk pertunjukan lain untuk memperkuat ekspresi budaya.

Unsur musikal dalam keroncong sangat khas, pola irama cak–cuk yang bersilang, harmoni vokal yang lembut, serta instrumen petikan senar yang mengisi ruang. Karakter musik ini bisa fleksibel memperlambat atau mempercepat sesuai kebutuhan ekspresi lirik atau suasana lagu. RRI juga mencatat bahwa instrumen kolaboratif menjadi salah satu fakta penting keroncong, ia bersahabat dengan musik jenis lain tanpa kehilangan identitasnya.

Seiring dengan modernitas, keroncong mengalami masa pasang dan surut. Radio Repulik Indonesia menyebut bahwa tantangan terbesar bagi keroncong adalah persaingan dengan genre populer dan minat generasi muda yang beralih ke musik kontemporer. Banyak orkes keroncong mengalami kesulitan mempertahankan eksistensinya. Namun komunitas keroncong tetap gigih, mereka menyelenggarakan pertunjukan, rekaman, dan inovasi agar keroncong tetap relevan.

Salah satu strategi inovatif adalah kolaborasi seperti CongYang, yang memberi keroncong ruang baru dalam pertunjukan budaya yang lebih luas. Dengan memadukan unsur wayang, keroncong bisa tampil dalam format yang segar dan menarik bagi penonton masa kini. Bentara Budaya menyebut bahwa CongYang berhasil menciptakan jembatan antara tradisi dan modernitas melalui musiknya.

Musik keroncong mengajarkan bahwa tradisi tidak harus statis. Ia bisa beradaptasi, bertahan, dan tetap menyuarakan keindahan musikal yang khas. Ketika petikan senar cuk dan cak mulai terdengar di tengah panggung, kita tidak hanya mendengar melodi, kita juga mendengar sejarah yang masih bernyawa, dan jalinan identitas budaya yang terus melekat di hati pendengarnya.