Tari Bedoyo Wulandaru, Jejak Gajah Mada yang Mengalir dalam Gerak Anggun Penyambutan Agung Banyuwangi

Busana hijau dan gerak anggun penari Bedoyo Wulandaru
Sumber :
  • https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/menelusuri-jejak-gajah-mada-dalam-tari-bedoyo-wulandaru/

Budaya, VIVA Bali –Banyuwangi memiliki warisan seni tari yang menawarkan pengalaman budaya autentik dan penuh filosofi, yaitu Tari Bedoyo Wulandaru. Terletak sebagai bagian dari tradisi masyarakat Osing di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, tarian ini dipentaskan dalam penyambutan tamu agung, menjadikannya salah satu simbol kegembiraan rakyat selain Tari Gandrung. Awalnya berasal dari era kerajaan Blambangan untuk menyambut rombongan Prabu Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, Tari Bedoyo Wulandaru kini dikembangkan sebagai pertunjukan seni yang memadukan sejarah, ritual, dan estetika lokal (indonesia.org).

Pembentukan Tari Bedoyo Wulandaru ini dilansir dari indonesia.org, dilatarbelakangi oleh kebutuhan masyarakat Blambangan untuk menyambut tamu agung pada masa Majapahit sekaligus keinginan menciptakan ungkapan sukacita yang dapat memperkuat ikatan sosial dan kesetiaan rakyat. Dengan etimologi "wulandaru" (gabungan "wulan" berarti bulan menerangi kegelapan, dan "ndaru" berarti bintang jatuh sebagai tanda keberuntungan), sementara "bedoyo" merujuk pada penari wanita, tarian ini menampilkan gerakan kreasi dari Tari Gandrung dan Sabang Banyuwangi beserta musik pengiring yang mirip namun dengan penambahan elemen inovatif, menciptakan harmoni antara masa lalu kerajaan dan nilai filosofis kontemporer.

Hingga saat ini, Tari Bedoyo Wulandaru masih dilestarikan melalui sanggar budaya, pendidikan seni, dan berbagai acara festival di mana tarian ini sering dipentaskan sebagai representasi sukacita penyambutan tamu istimewa. Dilansir dari indonesiakaya.com, bagi masyarakat Banyuwangi, kedatangan tamu agung adalah momen berharga seperti pada masa Blambangan dulu, yang diungkapkan melalui gerak tari dan musik pengiring pengembangan dari Sablang dan Gandrung, termasuk ritual akhir dengan taburan beras kuning untuk mengusir bala serta lemparan logam benggol sebagai simbol kesetiaan rakyat kepada pemerintah. Tarian ini juga berhasil meraih juara umum dalam Festival Karya Tari tingkat provinsi Jawa Timur, menegaskan posisinya sebagai warisan budaya Osing yang autentik.

Sejumlah elemen pertunjukan telah terbentuk dalam Tari Bedoyo Wulandaru, antara lain: gerakan anggun mengalir seperti putri keraton di bagian pembuka, musik pengiring berbasis gamelan dengan penambahan kreasi lokal di tengah, ritual taburan beras kuning untuk mengusir bala di bagian akhir, serta lemparan logam benggol (mata uang kuno) simbol kesetiaan rakyat. Selain itu, busana hijau melambangkan kesuburan dan kemakmuran yang dilengkapi merah serta emas untuk keagungan, termasuk mahkota berhias bunga, kemben dada, kain panjang hingga mata kaki, gelang, ikat pinggang berornamen, dan selendang depan yang akan menambah daya tarik seni baru di Kabupaten Banyuwangi (indonesiakaya.com).

Tari Bedoyo Wulandaru menawarkan pengalaman seni yang menggabungkan gerakan tradisional Banyuwangi dengan filosofi sejarah Majapahit dan ritual mistis melalui pertunjukan festival. Tarian ini menjadi bukti bahwa Banyuwangi tidak hanya kaya akan adat dan alam, tetapi juga mampu berinovasi dan beradaptasi dengan perkembangan zaman.