Mengenal Tari Kabasaran, Tarian Perang Tradisional dari Minahasa
- https://en.m.wikipedia.org/wiki/File:Pertunjukan_Tarian_Kabasaran.jpg
Budaya, VIVA Bali – Tari Kabasaran adalah salah satu tarian tradisional khas Minahasa, Sulawesi Utara, yang memadukan simbol keberanian, ritual adat, dan identitas budaya. Dahulu digunakan dalam situasi peperangan dan keselamatan komunitas, kini Kabasaran juga tampil dalam upacara adat dan penyambutan tamu.
Asal Usul dan Makna
Tari Kabasaran berasal dari kata Kawasaran, yang kemudian berubah menjadi Kabasaran. “Kawasaran” memiliki akar dari kata wasal, yaitu ayam jantan yang jenggernya dipotong agar menjadi lebih galak dalam pertarungan. Gerakan tari Kabasaran meniru ayam jantan yang sedang bertarung.
Awalnya tari ini adalah bagian dari budaya keprajuritan Minahasa — penari kabasaran dahulu adalah waraney, yaitu petani atau rakyat biasa yang juga bertugas sebagai prajurit bila kampung mereka terancam.
Bentuk Gerakan dan Struktur
Tari Kabasaran dibawakan oleh penari laki-laki dalam jumlah genap, biasanya 8 sampai 12 orang.
Babak-babak dalam tari Kabasaran:
- Cakalele – menampilkan kesiapan bertempur; lompat-lompatan dan ekspresi keganasan.
- Kumoyak – di mana penari mengayunkan senjata pedang atau tombak, maju mundur, gerakan agresif.
- Lalaya’an – babak yang lebih bebas dan riang; penari boleh tersenyum, melepas ketegangan.
Langkah dan tempo: Langkah kaki menggunakan pola 4/4, dua langkah ke kiri dan dua langkah ke kanan. Ada tindakan senjata (pedang atau tombak) sebagai bagian integral dari tarian.
Ekspresi: Penari diharuskan tampil “garang” — mata melotot, tanpa senyum — kecuali di babak Lalaya’an.
Gerakan ini melambangkan kesiapan prajurit untuk maju ke medan perang sekaligus mengekspresikan keberanian dan kekuatan.
Busana dan Atribut
Busana memakai kain tenun khas Minahasa, dengan warna dominan merah. Mereka juga memakai kain ikat kepala, hiasan bulu ayam jantan atau burung, kalung, gelang, dan aksesoris lainnya. Warna merah pada kostum penari melambangkan semangat keberanian, sementara gerakan yang gagah menunjukkan tekad untuk melindungi tanah dan masyarakat.
Ada topi berhias bulu ayam atau burung (seperti burung Taong atau Cendrawasih), serta ornamen lain seperti “lei-lei” (kalung), “wongkur” (penutup betis), “rerenge’en” (lonceng / bel).
Peran dan Transformasi Tari Kabasaran
Pada masa lampau, Tari Kabasaran hanya dipentaskan dalam upacara adat yang berkaitan dengan peperangan, penyambutan tamu agung, atau upacara kematian para pemimpin. Fungsinya sangat erat dengan kehidupan sosial dan spiritual masyarakat Minahasa kala itu.
Seiring berjalannya waktu, Tari Kabasaran mengalami transformasi fungsi. Kini, tarian ini lebih sering ditampilkan sebagai pertunjukan seni budaya, penyambutan tamu, hiburan pada pesta adat, festival, hingga berbagai upacara sosial.
Meskipun peran militer atau unsur perang sudah tidak lagi relevan, nilai-nilai keberanian, identitas, dan warisan leluhur tetap dijaga. Hal ini terlihat dari proses pelatihan penari yang dilakukan secara turun-temurun oleh para waraney, sehingga esensi Kabasaran tetap hidup dalam masyarakat Minahasa.