Barong Ider Bumi, Kearifan Lokal Osing Banyuwangi untuk Menolak Bala

Prosesi Ider Bumi, Mengelilingi Desa dengan Barong
Sumber :
  • https://kominfo.jatimprov.go.id/berita/di-bawah-rintik-hujan-tradisi-barong-ider-bumi-banyuwangi-berlangsung-khidmat

Budaya, VIVA BaliBarong Ider Bumi adalah tradisi unik masyarakat Osing di Banyuwangi, Jawa Timur, yang membedakan mereka dari masyarakat Jawa Timur pada umumnya. Dilansir dari kemenkopmk.go.id, ritual ini berawal dari peristiwa sekitar tahun 1800-an ketika Desa Kemiren dilanda pageblug atau blindeng, sebuah bencana mendadak yang menjadi momok bagi masyarakat Jawa. Selain itu, tanaman pertanian juga terserang hama yang merusak hasil panen. Dalam situasi genting tersebut, seorang sesepuh adat meminta petunjuk kepada leluhur Mbah Buyut Cili, yang makamnya hingga kini masih dirawat dengan penuh hormat.

Menurut cerita yang berkembang dilansir dari indonesia.org, bahwa ada sesepuh desa mendapat wangsit lewat mimpi. Dalam mimpi itu, Mbah Buyut Cili memerintahkan warga untuk melakukan arak-arakan barong sebagai cara mengusir bencana. Perintah tersebut pun dilaksanakan, dan setelah prosesi arak-arakan, kondisi desa kembali membaik. Sejak saat itu, tradisi Barong Ider Bumi dilestarikan sebagai upaya menolak bala sekaligus mempererat silaturahmi antarwarga desa. Istilah ider bumi berasal dari dua kata, yaitu ider yang berarti berkeliling, dan bumi yang berarti tempat berpijak atau dunia. Dengan demikian, inti dari ritual ini adalah mengarak barong berkeliling desa sebagai simbol perlindungan dan pembersihan dari segala mara bahaya.

Dalam pelaksanaannya dilansir dari indonesiakaya.com, masyarakat mengarak sesosok barong yang merupakan tokoh mitologis dari budaya Bali. Barong dianggap sebagai raja para arwah dan simbol kebaikan yang mampu mengusir kejahatan, hawa nafsu, dan segala keburukan yang menghalangi kemakmuran desa. Arak-arakan ini melibatkan berbagai lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak hingga para sesepuh, menandakan kebersamaan dan gotong royong dalam menjaga desa. Barong Ider Bumi digelar setiap dua Syawal atau hari kedua Idul Fitri dan selalu menarik perhatian ribuan penonton, baik warga lokal maupun wisatawan dari luar daerah

Sepanjang perjalanan, berbagai kesenian khas Banyuwangi turut memeriahkan suasana, seperti tari gandrung, burdah, singo-singoan, dan hadrah kuntulan. Pembacaan macapat atau tembang Jawa kuno juga dilakukan sebagai bentuk doa kepada Tuhan dan leluhur. Seiring dengan pengaruh Islam yang kuat, pembacaan ini diawali dengan doa dalam bahasa Arab dan surat Al-Fatihah, menunjukkan harmonisasi budaya dan agama dalam tradisi ini,

Sebelum barong diarak, para sesepuh memainkan angklung di balai desa sebagai pembuka. Selanjutnya, warga melakukan Sembur Utik-utik, yaitu menebar uang logam, beras kuning, dan bunga sebagai simbol tolak bala dan pembersihan dari energi negatif. “Ritual ini untuk tolak balak. Makanya ada sembur utik-utik yang merupakan implementasi mengusir setan dan penyakit di desa kami,” kata Suhaimi, Ketua Adat Kemiren paada banyuwangikab.go.id.

Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Samsul Hadi, mengapresiasi upaya masyarakat Osing dalam menjaga tradisi ini. “Ke depan, kiranya ini tetap dilestarikan oleh generasi muda, sehingga budaya dan adat istiadat Osing Banyuwangi tetap lestari. Ini bukan sekedar atraksi wisata, lebih dari itu tradisi ini merupakan upaya keberlanjutan hidup melalui jalan kebudayaan,” kata Samsul Hadi pada banyuwangikab.go.id.

Barong Ider Bumi bukan sekadar ritual pengusir bahaya, melainkan cerminan kebersamaan, spiritualitas, dan identitas budaya masyarakat Osing. Bagi generasi muda, mengenal tradisi ini berarti memahami nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat.