Cara Ngobrol Sama Desainer atau Editor Biar Hasilnya Sesuai Ekspektasi

Ngobrolin konsep bukan buang waktu, tapi investasi hasil.
Sumber :
  • https://www.pexels.com/photo/adult-frowned-male-writer-working-on-typewriter-at-home-3772623/

Lifestyle, VIVA Bali – Pernah ngalamin nggak sih? udah kasih brief panjang lebar ke desainer atau editor, tapi hasil akhirnya bikin ngelus dada? Entah font-nya terlalu ramai, tone warnanya beda dari brand, atau video yang diedit malah keluar dari konteks. Jangan buru-buru nyalahin mereka dulu. Bisa jadi masalahnya ada di caramu ngasih brief.

9 Cara Jitu Meningkatkan Bisnis Anda Lewat TikTok

Bikin brief itu bukan sekadar “tolong bikinin desain ya,” lalu kasih contoh dari Pinterest. Harus ada komunikasi dua arah, penjelasan yang jelas, dan sedikit empati soal cara kerja mereka. Nah, biar gak terus-terusan salah paham, ini dia cara ngobrol sama desainer/editor yang anti gagal brief.

1. Jangan Lompat Langsung ke Visual, Mulai dari Tujuan

Desainer bukan cenayang. Sebelum masuk ke warna, bentuk, atau gaya, jelaskan dulu why dan what:

Generasi Z dan Tantangan Dunia Kerja  Antara Ambisi dan Realita

Apa tujuan kontennya? (promosi produk, edukasi, awareness, dll.)

Siapa target audiensnya? (remaja, profesional, emak-emak, dll.)

Tips Agar Rambut Wangi Sepanjang Hari

Platform mana yang mau dipakai? (Instagram, TikTok, LinkedIn, dll.)

Contoh:

“Aku pengin desain feed ini buat promosi skincare remaja, diposting di IG. Jadi harus fun, fresh, dan relatable sama anak 17–22 tahun ya.”

2. Visual Referensi Boleh, Tapi Jangan Copy-Paste

Ngasih referensi visual memang penting, tapi bedakan antara referensi dan minta duplikat. Jelaskan elemen apa dari contoh itu yang kamu suka.

Katakan “Aku suka tone warnanya yang kalem tapi modern, kayak foto yang ini.”

Jangan katakan “Pokoknya kayak gini aja, plek ketiplek.”

Biar makin jelas, kamu bisa bantu dengan moodboard (kolase referensi warna, font, gaya foto) dari tools seperti Milanote atau Canva Board.

3. Jelaskan Batasannya Sejak Awal

Biar gak zonk, penting juga buat sebutin hal-hal yang harus dihindari.

Font apa yang brand kamu gak suka?

Ada warna pantangan?

Gaya ilustrasi tertentu yang kurang cocok?

Contoh:

“Font yang terlalu dekoratif gak cocok buat audiensku. Aku lebih suka yang minimal dan clean.”

Ini akan memudahkan editor/desainer menyaring ide yang sesuai tanpa banyak revisi.

4. Jangan Asal Kasih Tanggal Deadlines & Revisi

“Pokoknya hari Senin harus jadi ya.”

Kalau kamu brief-nya aja baru dikirim Jumat malam, itu bukan deadline… itu jebakan Batman.

Tentukan timeline yang masuk akal:

Kapan draft pertama dikirim

Waktu buat review

Batas revisi maksimal

Finalisasi

Misalnya:

“Brief ini dikirim hari Selasa, revisi maksimal 2x, dan final dikirim Jumat sore. Kalau bisa, draft pertama Kamis ya.”

Dan yang penting hargai waktu editor/desainer seperti kamu menghargai waktu klien.

5. Bangun Komunikasi Dua Arah, Bukan Sekadar Instruksi

Seringkali desainer atau editor juga punya ide kreatif yang justru bisa ningkatin hasil akhir. Jadi, buka ruang dialog.

“Menurut kamu, gaya tone warna yang cocok untuk audiensku gimana?”

Dengan komunikasi dua arah, mereka merasa dilibatkan, kamu pun bisa dapet insight yang lebih fresh dan relevan.

Brief Bukan Sekadar Tugas, Tapi Kolaborasi

Brief yang bagus bukan tentang banyaknya slide PowerPoint, tapi soal seberapa jelas kamu menyampaikan kebutuhan dan terbuka menerima masukan. Semakin kuat komunikasi di awal, semakin kecil kemungkinan hasil akhirnya meleset.

Ingat, mereka bukan hanya "tukang desain/edit." Mereka partner kreatifmu. Kalau kamu ajak ngobrol dengan cara yang tepat, hasilnya gak cuma bagus, tapi bisa jauh lebih dari ekspektasi awal.