Sekda Buleleng Wanti-wanti Pejabat dan ASN, Gerak-Gerik di Medsos Rawan Persoalan

Sekda Buleleng ingatkan pejabat dan ASN soal bermedia sosial.
Sumber :
  • https://bulelengkab.go.id/informasi/detail/berita/91_asn-buleleng-diminta-jaga-sikap-jadi-teladan-sekda-buleleng-gestur-tubuh-bisa-diviralkan-negatif

Buleleng, VIVA Bali – Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buleleng, Gede Suyasa, mengingatkan para pejabat dan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Buleleng untuk sangat berhati-hati dalam menggunakan media sosial.

Menurut informasi yang dikutip dari laman bulelengkab.go.id, dalam Sosialisasi Peraturan Bupati Nomor 9 Tahun 2025 tentang Pedoman Pengelolaan Pengaduan di Ruang Rapat Unit IV Kantor Bupati Buleleng, dirinya menyampaikan bahwa posisi pejabat sangat rentan disorot publik dan mudah menjadi bahan viral, bahkan hanya karena hal-hal yang tidak disengaja.

“Posisi pejabat itu sangat rentan dan sangat mudah diviralkan. Yang suka bermain medsos, hati-hati, karena sulit menentukan mana gestur tubuh yang benar dan mana yang salah,” ucap Suyasa pada Senin, 29 September 2025.

Suyasa meminta para pejabat memahami risiko tersebut, sebab tampilan di media sosial bisa dengan mudah direkayasa atau dipersepsikan negatif oleh pihak lain.

Ia juga menyoroti masalah pengaduan publik, banyak laporan yang tidak disalurkan melalui kanal resmi pemerintah daerah karena belum semua perangkat daerah mengoptimalkan ruang pengaduan yang sudah tersedia di laman masing-masing.

“Kalau pengaduannya bagus, kita bisa merespon dengan positif untuk melakukan perbaikan. Tapi banyak yang melakukannya tidak lewat media kita,” tambahnya.

Ia menegaskan, kanal pengaduan resmi, termasuk yang berbasis website, harus diaktifkan agar aduan masyarakat dan ASN tidak bergeser ke ruang publik tanpa kendali.

Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian, dan Statistik Kabupaten Buleleng, Ketut Suwarmawan (Ketsu), turut menegaskan bahwa sistem pengaduan resmi seperti SP4N Lapor disediakan agar masyarakat dan pegawai memiliki saluran yang bisa dipertanggungjawabkan.

Ketsu mengakui kecepatan media sosial sering menimbulkan mispersepsi dan merepotkan pemerintah.

“Dalam hitungan detik sudah bisa mem-post atau memberi informasi yang belum tentu bisa dipertanggungjawabkan, atau setengah-setengah, yang mengakibatkan mispersepsi dan tentu merepotkan pemerintah,” ujarnya.

Meski demikian, ia tidak memungkiri dominasi media sosial dalam komunikasi publik. Ia memaparkan urutan media sosial yang paling banyak digunakan, mulai dari WhatsApp, Facebook, Instagram dan TikTok.