Ekonomi Indonesia Melemah di Awal 2025! Ini 5 Pemicu Utamanya yang Harus Diwaspadai

Aktivitas pasar tradisional yang sepi
Sumber :
  • Sumber: https://www.gultomlawconsultants.com/sudah-tepatkah-kebijakan-pmn-kepada-bumn-dalam-rangka-pen/#

Peristiwa, VIVA BaliMemasuki triwulan pertama tahun 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan tanda perlambatan yang signifikan. Berdasarkan laporan resmi Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada Mei 2025, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hanya mencapai 4,8% secara tahunan (year-on-year). Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan kuartal I tahun 2024 yang tumbuh 5,1%.

Perlambatan ini menimbulkan keprihatinan di tengah upaya pemerintah yang tengah mendorong pemulihan ekonomi pascapandemi dan penguatan daya saing nasional. Lalu, apa saja faktor yang menjadi penyebab utama melambatnya laju pertumbuhan ekonomi di awal tahun ini? Berikut penjelasan lengkapnya!

1.     Lesunya Kinerja Ekspor Komoditas Utama

Salah satu faktor paling signifikan adalah turunnya nilai ekspor sejumlah komoditas unggulan Indonesia seperti batu bara, nikel, dan minyak kelapa sawit. Harga komoditas global mengalami penurunan akibat melambatnya permintaan dari negara-negara mitra dagang utama, khususnya Tiongkok dan beberapa negara Eropa.

Ketidakpastian ekonomi global akibat konflik geopolitik, seperti ketegangan Rusia-Ukraina yang berlarut-larut, serta tekanan inflasi di negara-negara maju membuat permintaan ekspor Indonesia ikut tertekan. Hal ini menyebabkan sektor industri ekstraktif dan perkebunan kehilangan momentum positif yang sebelumnya menopang PDB nasional.

2.     Daya Beli Masyarakat Melemah

Daya beli masyarakat yang rendah turut menjadi penyumbang perlambatan ekonomi. Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan dan BPS, inflasi di sektor pangan dan energi masih berada di atas 4% secara tahunan, yang menyebabkan kenaikan harga kebutuhan pokok.

Situasi ini memengaruhi konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi penyumbang terbesar terhadap struktur PDB Indonesia. Warga mulai menahan pengeluaran untuk kebutuhan sekunder, sehingga berdampak pada pertumbuhan sektor ritel, makanan dan minuman, serta hiburan.

3.     Investasi Asing Masih Cenderung Lesu

Investasi langsung luar negeri (FDI) belum menunjukkan pemulihan yang kuat di awal 2025. Hal ini disebabkan oleh sikap wait and see dari investor asing terhadap stabilitas regulasi di Indonesia, serta dinamika global yang masih belum menentu.

Meskipun pemerintah telah menawarkan berbagai insentif fiskal dan deregulasi, realisasi investasi di sektor-sektor strategis seperti manufaktur, energi terbarukan, dan teknologi masih belum optimal. Sejumlah proyek besar masih dalam tahap negosiasi dan belum masuk fase konstruksi atau operasional.

4.     Belanja Pemerintah Belum Maksimal

Pengeluaran pemerintah, yang diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi nasional, belum terealisasi maksimal hingga akhir kuartal pertama 2025. Proyek-proyek infrastruktur nasional seperti jalan tol, pelabuhan, dan irigasi masih banyak berada dalam tahap perencanaan atau pengadaan.

Menurut data dari Kementerian Keuangan, realisasi belanja negara hingga Maret 2025 baru mencapai sekitar 18% dari total anggaran, atau lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu. Lambatnya pencairan anggaran berdampak langsung pada aktivitas ekonomi daerah dan penyerapannya terhadap tenaga kerja.

5.     Ketergantungan pada Konsumsi Dalam Negeri

Struktur ekonomi Indonesia yang masih sangat bergantung pada konsumsi domestik membuatnya rentan terhadap tekanan inflasi dan volatilitas harga pangan. Ketika harga bahan pokok naik dan pendapatan masyarakat tidak ikut meningkat, maka roda konsumsi melambat dan efek domino terhadap sektor lainnya tidak bisa dihindari.

Pemerintah saat ini berupaya melakukan diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi melalui sektor digital, pariwisata berkelanjutan, dan penguatan industri hijau. Namun, proses transisi ini memerlukan waktu, konsistensi kebijakan, dan dukungan dari pelaku usaha.

Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan bahwa berbagai langkah strategis telah disiapkan untuk menstabilkan ekonomi nasional di kuartal-kuartal berikutnya. Beberapa kebijakan yang akan dijalankan antara lain:

1)     Insentif fiskal untuk pelaku UMKM.

2)     Percepatan proyek strategis nasional.

3)     Penyederhanaan regulasi investasi.

4)     Pengendalian harga pangan melalui stok dan distribusi yang efisien.

5)     Perluasan jangkauan bantuan sosial bersyarat.

Menteri Keuangan juga menyampaikan bahwa alokasi belanja kementerian dan lembaga akan difokuskan pada sektor-sektor padat karya dan penguatan daya beli masyarakat. Perlambatan ekonomi Indonesia di awal 2025 merupakan hasil dari kombinasi faktor eksternal dan internal. Harga komoditas global yang turun, inflasi domestik yang tinggi, serta realisasi investasi dan belanja negara yang belum maksimal menjadi tantangan nyata. Namun, dengan langkah penyesuaian yang cepat dan terarah dari pemerintah, masih ada harapan pemulihan di sisa tahun berjalan.

Ke depan, memperkuat struktur ekonomi yang lebih tangguh dan inklusif akan menjadi kunci agar Indonesia tidak hanya tumbuh, tetapi juga berkelanjutan dan merata.