Spotify Diboikot! Investasi di Perusahaan Senjata Membuat Musisi Angkat Kaki

Foto grup King Gizzard & the Lizard Wizard.
Sumber :
  • https://www.instagram.com/p/DK2YaBBRnN5/?utm_source=ig_web_copy_link&igsh=MzRlODBiNWFlZA==

Selebritis, VIVA Bali – Platform streaming musik Spotify tengah menghadapi gelombang protes dari para musisi dunia. Sejumlah artis dan label rekaman memilih menarik katalog musik mereka dari layanan tersebut, menyusul laporan bahwa CEO Spotify, Daniel Ek, berinvestasi besar-besaran pada perusahaan pertahanan yang mengembangkan teknologi senjata berbasis kecerdasan buatan (AI).

 

Dikutip dari Antara, Daniel Ek, melalui perusahaan investasinya Prima Materia, dilaporkan menyuntikkan dana hingga 600 juta dolar AS ke Helsing, sebuah perusahaan pertahanan asal Jerman. Helsing dikenal mengembangkan teknologi militer canggih, termasuk sistem drone dan alat pengawasan berbasis AI.

 

Investasi ini pertama kali dilakukan pada tahun 2021, namun kembali menjadi sorotan usai laporan dari Financial Times menyebutkan bahwa pendanaan tambahan diberikan baru-baru ini. Kabar tersebut memicu reaksi keras dari komunitas musik, yang menganggap investasi ini bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang mereka anut.

 

Salah satu reaksi paling mencolok datang dari band asal Australia, King Gizzard & the Lizard Wizard. Dalam unggahan Instagram mereka, band ini menyatakan telah menghapus seluruh karya dari Spotify.

 

"Kami baru saja menghapus musik kami dari platform ini. Bisakah kita menekan para teknisi Dr. Evil ini untuk berkarya lebih baik? Bergabunglah dengan kami di platform lain," tulis mereka, menyindir keterlibatan Spotify dalam industri militer.

 

Band Deerhoof juga menyatakan penolakan keras terhadap hubungan Spotify dengan perusahaan senjata AI. Dalam pernyataan di Instagram, mereka menulis:

 

"Kami tidak ingin musik kami membunuh orang. Kami tidak ingin kesuksesan kami dikaitkan dengan teknologi pertempuran AI."

 

Band ini telah memulai proses penghapusan musik dari Spotify meskipun penghapusan penuh masih dalam proses karena kendala teknis.

 

Langkah serupa juga diambil oleh band eksperimental asal AS, Xiu Xiu, serta penyanyi folk Australia, Leah Senior. Mereka secara terbuka menyatakan tidak ingin karya mereka tersedia di platform yang dianggap mendukung kekerasan dan peperangan.

 

Tak hanya musisi individu, beberapa label rekaman independen juga mengambil sikap tegas. Salah satunya adalah Kalahari Oyster Cult, yang mengumumkan penarikan seluruh katalog mereka dari Spotify.

 

"Kami tidak ingin musik kami berkontribusi atau menguntungkan platform yang dipimpin oleh seseorang yang mendukung alat perang, pengawasan, dan kekerasan," tulis pihak label dalam sebuah pernyataan.

 

Isu ini menambah panjang daftar kontroversi yang melibatkan Spotify dalam beberapa tahun terakhir. Platform ini sebelumnya telah dikritik karena kebijakan terhadap musik berbasis AI, keberadaan "artis hantu", hingga pembagian royalti yang dianggap tidak adil bagi musisi independen.

 

Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Daniel Ek maupun pihak Spotify terkait kritik yang dilayangkan para musisi. Namun tekanan terus meningkat, dan gelombang boikot ini berpotensi merusak citra perusahaan secara global, terutama di kalangan pendengar muda yang semakin peduli terhadap isu etika dan keberlanjutan.

 

Gelombang protes ini menunjukkan bahwa musik bukan hanya soal hiburan, tapi juga medium ekspresi nilai dan perlawanan. Para musisi yang memilih meninggalkan Spotify mengambil risiko besar secara komersial, namun mereka menegaskan bahwa sikap moral lebih penting daripada keuntungan materi.