40 Ribu Anak di Jember Putus Sekolah, Komisi D DPRD Dorong Kesadaran Pendidikan Hingga SMA
- Palupi Ambarwati/ VIVA Banyuwangi
Jember, VIVA Bali –Masalah putus sekolah di Kabupaten Jember masih menjadi pekerjaan rumah besar. Data terbaru mencatat, sekitar 40 ribu anak usia sekolah di Jember tidak melanjutkan pendidikan pada jenjang SD, SMP, maupun SMA. Kondisi ini sebagian besar disebabkan oleh faktor ekonomi, jarak sekolah yang jauh, serta keterbatasan transportasi di daerah-daerah terpencil.
Anggota Komisi D DPRD Jember, Indhi Naida, menyampaikan keprihatinannya atas fenomena ini. Ia terus menggencarkan sosialisasi pentingnya bersekolah minimal hingga tingkat SMA, khususnya di wilayah pedesaan dan pegunungan.
“Pendidikan adalah hak dasar anak-anak. Sangat disayangkan jika potensi mereka terhambat karena tekanan ekonomi atau minimnya dukungan dari orang tua,” ujar Indhi Naida.
Indhi mengaku rutin turun langsung ke lapangan untuk berdialog dengan wali murid dan masyarakat. Ia berupaya memberikan pemahaman bahwa di era digital seperti sekarang, pendidikan merupakan pondasi utama untuk masa depan anak-anak.
Anggota Komisi D DPRD Jember, Indhi Naida
- Palupi Ambarwati/ VIVA Banyuwangi
“Kami terus mendorong para orang tua agar tidak memaksakan anak bekerja terlalu dini. Jika memang harus membantu pekerjaan orang tua, pilihlah sekolah yang fleksibel dan bisa mengatur waktu, bukan malah berhenti total dari pendidikan,” jelasnya.
Dari upaya yang telah dilakukan, sekitar 30 persen menunjukkan hasil positif, dengan beberapa wali murid mulai sadar akan pentingnya pendidikan dan kembali menyekolahkan anaknya. Namun, tantangan masih besar.
“Masih banyak orang tua yang bersikukuh tidak menyekolahkan anak mereka, terutama di daerah pegunungan. Ini menjadi tantangan yang harus terus kami hadapi dengan pendekatan persuasif,” lanjut Indhi.
Ia menekankan, anak-anak yang memiliki potensi dan kemampuan khusus perlu didukung untuk melanjutkan pendidikan, bukan justru dikorbankan oleh kondisi sosial ekonomi.
“Jangan sampai karena tekanan lingkungan atau ekonomi, anak-anak yang seharusnya bisa berprestasi malah terhenti pendidikannya. Mereka adalah harapan bangsa,” pungkasnya.
Pemerintah daerah diharapkan ikut memperkuat program bantuan pendidikan, memperluas akses sekolah, serta menyediakan fasilitas transportasi atau sekolah alternatif berbasis komunitas, terutama di wilayah-wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).