Konsisten Jaga Kelestarian Lingkungan, 428 Orang Terima Penghargaan Kalpataru Lestari
- Maha Liarosh/ VIVA Bali
Badung, VIVA Bali –428 orang mendapatkan penghargaan Kalpataru Lestari atas dedikasinya dalam menjaga dan melestarikan lingkungan. Pemilihan penghargaan dilakukan selama 45 tahun dalam periode 1980-2024.
Penghargaan Kalpataru Lestari akan diberikan langsung oleh Menteri Lingkungkan Hidup Hanif Faisol Nurofiq di Pantai Kuta, Badung, Bali pada Kamis, 5 Juni 2025.
Hal itu diungkapkan oleh Sekertaris Utama Kementerian Lingkungan Hidup Rosa Vivien Ratnawati di Bali, Rabu, 4 Juni 2025
Vivien menjelaskan selama periode 45 tahun dari 428 penerima penghargaan Kalpataru itu, sekitar 200 orang tidak terlacak keberadaanya, tidak melanjutkan bahkan telah meninggal dunia.
"Ternyata setelah ditelusur-telusur sudah ada yang meninggal, ada yang memang tidak terus atau informasinya juga memang kita tidak dapat beliaunya ada di mana," jelas Rosa Vivien, di Kuta, Bali, Rabu, 4 Juni 2025.
Ia menyebut penerima penghargaan Kalpataru merupakan individu yang berbeda, yakni dengan cara menjaga lingkungan.
"Terjun ke lumpur, menanam pohon kemudian ada juga menjaga hutanya kemudian bekerja dengan sampah dan itu konsisten 5 tahun mereka melakukannya," ujarnya.
Sementara itu, kata Vivien, Kementerian Lingkungan Hidup akan meminta Dinas LH yang ada di daerah penerima penghargaan Kalpataru yang telah tiada atau pun lost contact untuk ditelusuri kembali.
Vivien menyebut, kriteria penerima penghargaan Kalpataru Lestari antara lain penerima bekerja secara konsisten untuk menjaga kelestarian lingkungan, mereplikasi kegiatanya di tempat lain.
"Jadi salah satu kriteria penerima Kalpataru Lestari kita harus diyakinkan bahwa dulu dia kerja apa, sekian, kemudian sampai sekarang dia mampu mengembangkan sampai seberapa jauh, kemudian networking nya bagaimana, kemudian bisa mereplikasi di mana saja," jelasnya.
Sementara itu, salah satu penerima penghargaan Kalpataru Lestari dari Bali, I Nyoman Sukra (50) mengungkapkan, pada tahun 1990 pihaknya telah merevitalisasi tukad mati yang berlokasi di Kuta, Bali yang sebelumnya dijadikan sebagai tempat pembuangan akhir (TPA) liar, tempat pembuangan sapiteng liar yang mengakibatkan hutan mangrove di daerah tersebut mati.
"Kami asli dari Kuta yang tidak memiliki ruang terbuka hijau, hanya memiliki kawasan hutan yaitu hutan mangrove dan sungai. Itu yang kami selamatkan.Sehingga tahun 2019 saya mendapatkan penghargaan Kalpataru penyelamat lingkungan," kata Nyoman Sukra.
Sebagai penerima Kalpataru Lestari, Nyoman Sukra mengalami beberapa tantangan terhadap kegiatan yang dilakukan. Kegiatan untuk menghidupkan kembali tukad mati sempat diragukan dan dianggap tak pantas oleh berbagai pihak.
"Tapi ini kami lakukan demi menyelamatkan kawasan kami. Kebetulan saya asli Kuta. Dan kita ketahui di Kuta itu hanya memiliki Pantai Kuta yang saat ini telah mengalami abrasi yang sangat luar biasa. Di balik gemerlapnya wisata Kuta ada sisi yang terlupakan yaitu salah satunya tukad mati ini, sungai ini," jelasnya.
Tukad Mati yang berlokasi di kawasan pariwisata Kuta merupakan pintu gerbang pariwisata dan juga benteng dari gempuran banjir di kawasan wisata Kuta, Legian, Seminyak dan juga Monang-Moning di wilayah Denpasar.