Mengenal Fase Oral pada Anak! Pentingnya Stimulasi dan Peran Orang Tua
- Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/close-up-baby-crawling-learning-walk_23180512.htm#fromView=search&page=1&position=21&uuid=73927d41-d125-482f-ac08-abc0d7380a01&query=oral+baby
Lifestyle, VIVA Bali –Fase oral adalah salah satu tahap perkembangan psikoseksual yang dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam teori psikologi perkembangan anak. Fase ini terjadi pada usia 0–18 bulan, ketika mulut menjadi pusat utama aktivitas dan kepuasan bayi. Pada masa ini, bayi cenderung mengeksplorasi lingkungan sekitarnya dengan cara mengisap, menggigit, menjilat, dan memasukkan benda ke dalam mulut. Kegiatan tersebut bukan hanya sekadar refleks alami, tapi juga cara bayi belajar mengenali dunia.
Mengisap ASI, dot, jari, atau mainan adalah bentuk nyata dari kebutuhan oral bayi yang bersifat naluriah. Aktivitas ini memberikan rasa nyaman, aman, dan ketenangan. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan pada fase oral memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan emosional dan psikologis anak di masa mendatang. Bayi yang tidak mendapatkan stimulasi dan kenyamanan cukup di fase ini berisiko mengalami gangguan emosional seperti kecemasan, ketergantungan, atau perilaku obsesif di kemudian hari.
Orang tua berperan penting dalam mendukung perkembangan fase oral ini. Salah satunya adalah dengan memberikan ASI secara eksklusif selama enam bulan pertama. Selain itu, stimulasi positif juga dapat dilakukan dengan memberikan teether, mainan bertekstur lembut, serta merespons kebutuhan bayi dengan kasih sayang. Hindari membatasi eksplorasi oral bayi secara berlebihan, selama benda yang dimainkan aman dan bersih. Larangan keras atau sering menegur saat bayi memasukkan benda ke mulut dapat memicu kecemasan dan hambatan perkembangan.
Memasuki usia satu tahun, kebiasaan oral anak mulai bergeser ke tahap belajar makan, menggigit makanan, dan berbicara. Hal ini menandai peralihan dari fase oral ke tahap perkembangan berikutnya. Namun, pada sebagian anak, fase oral bisa berlangsung lebih lama, misalnya dengan kebiasaan mengisap jempol atau menggigit kuku. Bila kebiasaan tersebut berlangsung hingga usia balita atau lebih, penting untuk mengevaluasi apakah anak sedang mengalami stres, kurang stimulasi, atau mencari kenyamanan karena ada kebutuhan emosional yang belum terpenuhi.
Mendampingi anak di fase oral dengan sabar dan bijak dapat membantu mereka tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan stabil secara emosional. Fase ini memang terlihat sederhana, tetapi memberikan dampak besar terhadap karakter anak di masa depan. Dengan perhatian dan stimulasi yang tepat, fase oral bisa menjadi fondasi kuat dalam tumbuh kembang anak secara menyeluruh.