Demam Coldplay Hingga Bali Antara Euforia Konser dan Peluang Pariwisata Musik
- https://thepartae.com/balis-suara-festival-welcomes-9000-fans-worldwide/
Lifestyle, VIVA Bali – Fenomena konser Coldplay yang mengguncang Jakarta tak hanya menjadi euforia nasional, tetapi juga memantik tren baru dalam pariwisata musik di Indonesia. Bali, sebagai destinasi unggulan, melihat peluang besar dari geliat ini. Pariwisata berbasis hiburan atau “event tourism” kini menjadi strategi baru dalam menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menyebut bahwa konser internasional seperti Coldplay menjadi pemantik ekonomi kreatif dan mempercepat pemulihan pariwisata. “Kami sedang mendorong agar Bali ke depannya bisa jadi tuan rumah konser besar kelas dunia,” ujarnya dalam siaran resmi Kemenparekraf. Selain menciptakan dampak ekonomi, konser besar juga memperkuat positioning Indonesia sebagai negara yang terbuka terhadap keragaman budaya dan musik global.
Bali sendiri memiliki sejumlah venue yang potensial untuk konser skala besar, seperti GWK Cultural Park, Lapangan Niti Mandala Renon, hingga Bali International Convention Centre. Infrastruktur yang terus dibenahi dan keunggulan budaya lokal menjadikan Bali kandidat kuat destinasi konser internasional. Kehadiran konser besar akan berdampak langsung pada okupansi hotel, tingkat kunjungan restoran, industri transportasi lokal, dan UMKM penyokong acara seperti penyedia merchandise, katering, serta dekorasi.
Tren ini sejalan dengan data dari World Tourism Organization (UNWTO) yang menyebut bahwa wisata berbasis event telah tumbuh pesat pasca pandemi. Wisatawan kini tak hanya mencari destinasi untuk relaksasi, tapi juga pengalaman emosional dan komunitas yang kuat, yang salah satunya terwujud dalam konser musik. Di banyak negara, festival musik telah menjadi daya tarik utama kunjungan wisata, seperti Coachella di AS, Tomorrowland di Belgia, hingga Fuji Rock di Jepang.
Bali juga memiliki rekam jejak kuat dalam menyelenggarakan festival musik berskala internasional. Ubud Village Jazz Festival, Sunny Side Up Festival, dan Soundrenaline adalah contoh event tahunan yang berhasil menarik ribuan pengunjung. Tak hanya itu, kehadiran musisi mancanegara seperti DJ Snake, Rich Brian, hingga Dewa 19 versi internasional, menunjukkan bahwa Bali memiliki daya tarik yang terus berkembang sebagai episentrum musik Asia Tenggara.
Dukungan dari berbagai pihak kini menjadi kunci. Pemerintah daerah, pelaku industri hiburan, serta masyarakat Bali perlu bersinergi dalam menciptakan iklim pertunjukan yang aman, ramah, dan inklusif. Aspek keberlanjutan pun harus diperhatikan, terutama dalam pengelolaan limbah, transportasi ramah lingkungan, dan pelibatan seniman lokal. Jika hal ini diterapkan secara konsisten, bukan tidak mungkin Bali akan masuk dalam peta global destinasi konser seperti Seoul, Tokyo, atau Bangkok.
Pariwisata musik bukan sekadar tren, melainkan peluang jangka panjang yang mampu menyatukan hiburan, budaya, dan ekonomi kreatif dalam satu panggung. Saatnya Bali bersiap, menyambut masa depan pariwisata yang lebih dinamis dan penuh warna.