Bukan Gadget, Ini Benda Ajaib dari Dapur yang Bisa Bikin Anak Lebih Pintar!

Ilustrasi anak dan ibunya yang sedang bermain dengan adonan tepung.
Sumber :
  • https://www.pexels.com/photo/a-parent-and-a-child-kneading-dough-5119837/

Lifestyle, VIVA Bali – Tidak sedikit orang tua yang merasa harus menyediakan mainan khusus atau mahal demi menunjang tumbuh kembang anak. Padahal menurut dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Universitas Indonesia (RS UI), dr. Shofa Nisrina Luthfiyani, Sp.A, stimulasi sensorik yang penting untuk perkembangan anak dapat dilakukan hanya dengan bahan-bahan sederhana yang ada di rumah.

Dalam diskusi daring bertema tumbuh kembang anak, yang berlangsung pada Rabu, 23 Juli 2025, dikutip dari Antara, dr. Shofa menekankan bahwa stimulasi sensorik berperan penting dalam merangsang fungsi kognitif, emosi, hingga kemampuan motorik anak. Aktivitas ini melibatkan seluruh pancaindra seperti sentuhan, penciuman, pendengaran, dan penglihatan yang membantu anak memahami serta berinteraksi dengan lingkungan.

“Untuk melatih sensorik tidak perlu mainan khusus. Tujuannya adalah agar anak mengenal beragam tekstur. Semua itu bisa dilatih menggunakan bahan-bahan sederhana di rumah,” jelas dr. Shofa.

Ia menyebut bahwa stimulasi sensorik sudah dapat dimulai sejak usia 5 bulan, terutama sebagai persiapan sebelum anak memasuki fase MPASI (Makanan Pendamping ASI) pada usia 6 bulan. Di fase ini, anak mulai berkenalan dengan berbagai tekstur baru, baik dari makanan maupun benda di sekitarnya.

Beberapa contoh aktivitas stimulasi sensorik yang disarankan:

Tepung dicampur air: Anak dibiarkan menyentuh campuran untuk mengenal tekstur lembut dan basah.

Beras atau kacang hijau dalam plastik: Memberi pengalaman baru pada anak terhadap benda kasar, aman disentuh dan menimbulkan suara menarik.

Spons basah dan kering: Memberi sensasi berbeda antara tekstur dan suhu.

Namun, dr. Shofa mengingatkan pentingnya pengawasan orang tua selama stimulasi, serta memastikan benda yang digunakan tidak berbahaya atau berpotensi tertelan.

“Mainan sensorik tak perlu khusus, asalkan aman dan digunakan di bawah pengawasan, itu sudah cukup,” katanya.

Stimulasi sensorik yang tidak diberikan secara maksimal dapat meningkatkan risiko gangguan tumbuh kembang. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2020, sekitar 7,51 persen anak usia di bawah lima tahun di Indonesia mengalami gangguan tumbuh kembang.

Gangguan ini berdampak panjang terhadap kualitas sumber daya manusia di masa depan jika tidak ditangani dengan tepat. Oleh karena itu, dr. Shofa menekankan bahwa peran aktif orang tua sangat dibutuhkan dalam mendukung perkembangan anak, terutama di usia emas.

Stimulasi sensorik adalah bagian penting dalam perjalanan tumbuh kembang anak. Menariknya, orang tua tak perlu pusing memikirkan mainan mahal. Benda-benda sederhana seperti tepung, beras, hingga spons pun bisa menjadi sarana belajar yang efektif.

Dengan keterlibatan aktif, perhatian penuh, dan kreativitas, orang tua dapat memberikan stimulasi optimal yang menyenangkan, murah, dan berdampak besar bagi masa depan si kecil.