Kerja Bahagia, Kinerja Luar Biasa! Membangun Wellbeing di Tempat Kerja Modern
- https://pixabay.com/photos/woman-work-office-whiteboard-4702060/
Lifestyle, VIVA Bali – Bayangkan datang ke kantor tanpa beban pikiran, disambut senyum rekan kerja, ruangan kerja terang dengan tanaman hijau di sudut, dan atasan yang mendukung penuh tanpa tekanan. Suasana seperti ini bukan sekadar mimpi, tapi cerminan dari lingkungan kerja yang mengutamakan wellbeing. Di era kerja modern, kebahagiaan bukan lagi bonus, melainkan kebutuhan esensial yang menentukan seberapa baik seseorang bisa berkarya dan bertahan dalam pekerjaan.
Konsep wellbeing di tempat kerja kini menjadi sorotan utama dalam dunia kerja yang makin kompleks. Tidak cukup hanya memberikan gaji dan tunjangan, perusahaan dituntut menyediakan ruang bagi karyawan untuk merasa nyaman, didengar, dan tumbuh. Perubahan ini bukan hanya untuk kebaikan individu, tapi juga berdampak besar terhadap organisasi. Ketika karyawan merasa bahagia, mereka lebih fokus, lebih kreatif, dan lebih loyal terhadap tempat mereka bekerja. Sebaliknya, lingkungan kerja yang penuh tekanan justru menjadi penyebab utama burnout, konflik, hingga tingginya angka resign.
Salah satu indikator penting dari wellbeing adalah keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi. Banyak perusahaan mulai sadar bahwa karyawan bukan sekadar mesin produksi. Mereka punya keluarga, cita-cita, hobi, dan kesehatan mental yang harus dijaga. Memberikan fleksibilitas jam kerja, opsi kerja hybrid, atau cuti mental health kini menjadi bentuk nyata dari komitmen perusahaan terhadap kesejahteraan. Dengan keseimbangan ini, karyawan tidak hanya bekerja lebih tenang, tapi juga merasa dihargai sebagai manusia seutuhnya.
Bukan hanya soal waktu kerja, wellbeing juga menyentuh ranah psikologis yang lebih dalam. Rasa dihargai, keterlibatan dalam pengambilan keputusan, hubungan yang sehat antar-rekan kerja, hingga dukungan dari atasan adalah fondasi dari iklim kerja yang positif. Ketika seseorang merasa dihargai, bukan hanya hasil kerjanya yang meningkat, tetapi juga rasa memiliki terhadap perusahaan. Hal ini mendorong karyawan untuk berkontribusi lebih, bahkan di luar job description mereka.
Generasi muda, terutama Gen-Z, sangat memperhatikan aspek ini. Mereka tidak segan berpindah pekerjaan jika merasa nilai-nilai pribadi mereka tidak selaras dengan budaya perusahaan. Bagi generasi ini, gaji besar tak selalu menarik jika dibayar dengan harga kesehatan mental. Karena itu, organisasi yang ingin menarik dan mempertahankan talenta muda harus membangun lingkungan kerja yang sehat, inklusif, dan suportif.
Di beberapa perusahaan yang telah menerapkan budaya kerja positif, hasilnya terasa nyata. Tingkat absensi menurun, produktivitas meningkat, dan budaya kerja jadi lebih kolaboratif. Karyawan merasa nyaman untuk mengungkapkan ide, memberi masukan, bahkan mengakui kesalahan tanpa takut dihakimi. Inilah bentuk kepercayaan yang lahir dari iklim kerja yang sehat dan suportif.
Wellbeing juga berarti memberi ruang bagi karyawan untuk berkembang, baik secara profesional maupun pribadi. Program pelatihan, mentoring, hingga kegiatan mindfulness seperti yoga atau journaling bersama menjadi pilihan yang makin banyak diadopsi. Aktivitas-aktivitas ini tidak hanya membuat pikiran lebih rileks, tapi juga mempererat hubungan antar-tim.