Tren Obat Kulit Tanpa Resep Ancam Kesehatan, Ini Kata Ahli Dermatologi

Ilustrasi seseorang yang mengalami penyakit kulit.
Sumber :
  • https://www.pexels.com/photo/crop-faceless-ethnic-man-with-vitiligo-skin-sitting-on-floor-5301550/

Lifestyle, VIVA Bali – Di era digital saat ini, banyak orang lebih memilih "bertanya ke Google" ketimbang ke dokter, termasuk soal masalah kulit. Tak sedikit pula yang langsung membeli dan mengoleskan obat tanpa tahu apa sebenarnya yang terjadi pada kulit mereka. Namun, kebiasaan mengobati sendiri tanpa diagnosis yang tepat justru bisa menjadi bumerang.

Dr. Satish Bhatia, seorang dokter spesialis kulit dari Indian Cancer Society, Mumbai, memperingatkan bahwa praktik self-diagnosis dan penggunaan obat bebas tanpa pengawasan medis bisa memicu risiko kesehatan serius.

“Banyak orang berasumsi mereka bisa mengobati diri sendiri atau bahkan menyuntikkan obat tanpa bantuan profesional. Ini kebiasaan yang sangat berbahaya,” ujar Dr. Bhatia seperti dikutip dari Hindustan Times, Selasa (8/7).

Ia menjelaskan, banyak kondisi kulit terlihat serupa di permukaan, seperti ruam, bercak, atau jerawat. Namun, kondisi tersebut bisa saja menjadi gejala awal dari penyakit serius seperti kanker kulit atau gangguan autoimun. Jika hanya ditutupi atau diatasi dengan krim biasa tanpa mengetahui penyebabnya, risiko komplikasi bisa meningkat.

“Menutupi gejala tanpa mencari penyebab dasarnya dapat menunda diagnosis penting dan pengobatan yang menyelamatkan nyawa,” kata Dr. Bhatia.

Tak hanya soal diagnosis, penggunaan krim atau salep yang dijual bebas juga berisiko besar, terutama jika tidak cocok dengan jenis kulit pengguna. Reaksi yang mungkin timbul termasuk iritasi, ruam, pembengkakan, atau efek jangka panjang seperti penipisan kulit dan perubahan warna.

“Beberapa orang bahkan menggunakan krim steroid kuat tanpa petunjuk dokter. Ini bisa menyebabkan kerusakan permanen pada kulit,” ujarnya.