Parenting Sukses? Ini 7 Tanda Menurut Psikolog Klinis

Keluarga bahagia karena menerapkan parenting dengan baik
Sumber :
  • https://www.pexels.com/id-id/foto/cinta-kasih-rasa-sayang-imut-4617316/

Parenting, VIVA Bali –Setiap orangtua pasti ingin menjadi yang terbaik bagi anak-anaknya. Tapi, di tengah rutinitas harian, tekanan sosial, dan ekspektasi tinggi terhadap tumbuh kembang anak, sering kali kita lupa untuk introspeksi, "Apakah saya sudah menjadi orangtua yang baik?" atau "Apa sebenarnya tanda bahwa pola asuh saya berhasil?"

Pertanyaan-pertanyaan ini wajar muncul. Apalagi ketika kita membandingkan anak kita dengan anak lain, entah dalam hal akademik, perilaku, atau prestasi. Namun, bagaimana mengetahui apakah sudah berada di jalur yang benar dalam parenting?

Psikolog Klinis Nadene van der Linden memberikan pengetahuan tentang tanda-tanda keberhasilan dalam parenting. Menurutnya, ada tujuh indikator utama yang menunjukkan apakah parenting orangtua efektif dan memberikan pengaruh positif pada perkembangan anak.

Yuk, kita bahas satu per satu tanda keberhasilan pola asuh ini. Tujuannya, supaya kita bisa mengevaluasi dan memperbaikinya, demi masa depan yang lebih baik bagi anak-anak.

1. Anak bisa mengekspresikan emosi di hadapan orangtua

 

Ilustrasi anak mengekspresikan emosi bahagia di hadapan ibu

Photo :
  • https://www.pexels.com/id-id/foto/cahaya-sinar-cinta-kasih-4473786/

 

Salah satu tanda utama keberhasilan pola asuh adalah ketika anak merasa aman untuk menunjukkan berbagai macam emosi, baik senang, marah, sedih, hingga takut di depan orangtuanya. Ini menunjukkan bahwa ia merasa diterima dan tidak takut dihakimi.

Sebaliknya, ketika anak menahan atau menyembunyikan perasaan dari orangtuanya, ini bisa menjadi tanda bahwa ada hambatan dalam hubungan emosional mereka. Anak yang takut menangis atau marah di depan orangtuanya biasanya merasa tidak akan dimengerti, atau bahkan takut dimarahi karena menunjukkan emosi.

Sebagai orangtua, penting untuk tidak langsung menenangkan atau mengalihkan perhatian anak dari emosinya. Misalnya, daripada berkata, "Udah jangan nangis terus!", cobalah validasi perasaannya, "Kakak sedih ya karena mainannya rusak? Ibu paham, itu memang menyebalkan." Kalimat seperti ini menunjukkan bahwa kamu hadir, memahami, dan bisa menangani emosinya.

2. Anak datang ke orangtua saat mengalami masalah

Ilustrasi anak datang ke ibu saat mengalami masalah

Photo :
  • https://www.pexels.com/id-id/foto/cinta-kasih-rasa-sayang-wanita-8550841/

Anak yang langsung mencari orangtuanya ketika terluka, bingung, atau punya masalah, adalah tanda bahwa orangtua telah menciptakan lingkungan yang aman secara emosional. Anak merasa bahwa orangtuanya adalah tempat yang bisa diandalkan, bukan sumber ketakutan.

Sayangnya, banyak orangtua tanpa sadar meremehkan masalah anak. Contohnya, saat anak bercerita tentang konflik dengan temannya, kita malah menjawab, "Ah, cuma gitu doang, gak usah dibesar-besarkan." Reaksi seperti ini membuat anak enggan membuka diri di kemudian hari.

Sebaliknya, sambut curhatan anak dengan perhatian penuh, bahkan jika masalahnya terasa sepele bagi kita. Ingat, bagi anak, itu adalah dunia mereka.

3. Anak bebas mengungkapkan pikiran tanpa takut reaksi orangtua

 

Ilustrasi anak mengungkapkan pikiran tanpa takut reaksi orangtua

Photo :
  • https://www.pexels.com/id-id/foto/cinta-kasih-rasa-sayang-duduk-5522940/

 

Apakah anakmu bisa mengatakan pendapat atau perasaannya tanpa takut kamu marah, kecewa, atau tersinggung? Jika iya, berarti kamu sudah membangun relasi yang terbuka dan penuh kepercayaan.

Sebagian orangtua, tanpa sadar, menciptakan suasana yang membatasi komunikasi. Mungkin karena sering bereaksi keras atau terlalu cepat menghakimi. Ada juga yang terlalu “rapuh” di mata anak, sehingga anak justru takut membuat orangtuanya sedih jika berkata jujur.

Orangtua sebaiknya menjadi tempat yang stabil, bukan sebaliknya. Jangan bebani anak dengan perasaan kita sebagai orangtua. Biarkan mereka tahu bahwa apa pun yang mereka rasakan, mereka tidak harus memikul beban kita.

4. Umpan balik diberikan dengan fokus pada solusi, bukan label

Ilustrasi umpan balik dari ibu berupa solusi, bukan label

Photo :
  • https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-perempuan-kaum-wanita-duduk-6210172/

Pola asuh yang sehat melibatkan komunikasi yang membangun, termasuk saat memberi umpan balik terhadap perilaku anak. Orangtua yang baik tidak memberi label negatif seperti “anak nakal” atau “anak pemalas”. Label-label seperti ini hanya membuat anak merasa dirinya buruk, bukan memperbaiki perilakunya.

Sebaliknya, arahkan pada solusi. Misalnya, ketika anak menumpahkan mainannya ke seluruh lantai dan tidak membereskannya, kamu bisa berkata, “Kamu meninggalkan semua mainan berserakan. Di rumah kita, kita belajar bertanggung jawab setelah bermain. Apa yang bisa kamu lakukan sekarang untuk membereskannya?”

Dengan pendekatan seperti ini, anak belajar bertanggung jawab dan tahu bahwa ia bisa memperbaiki kesalahan, bukan ditentukan oleh label yang melekat pada dirinya.

5. Anak didukung untuk mengejar minat dan bakatnya

Ilustrasi ibu mendukung anak untuk mengejar minat dan bakatnya

Photo :
  • https://www.pexels.com/id-id/foto/cinta-kasih-rasa-sayang-wanita-8798986/

Anak yang diberi ruang untuk mengejar apa yang ia sukai cenderung memiliki rasa percaya diri yang lebih baik. Mereka merasa dihargai sebagai individu.

Namun, tantangan muncul saat orangtua justru memaksakan minat atau cita-cita mereka sendiri ke anak. Ini sering terjadi tanpa disadari. Orangtua mungkin ingin anak jadi dokter karena dulu mereka gagal masuk fakultas kedokteran.

Padahal, jika anak merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi orangtua, mereka bisa tumbuh dengan rasa takut gagal atau tidak cukup baik. Dukung anak untuk berkembang di bidang yang benar-benar mereka minati, bukan demi ambisi orang lain.

6. Aturan konsisten yang diterapkan dengan kasih sayang

Ibu memberikan aturan yang diterapkan dengan kasih sayang

Photo :
  • https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-perempuan-kaum-wanita-anak-23224826/

Orangtua yang hebat tidak hanya membuat aturan, tapi juga menjalankannya secara konsisten. Aturan bukan sekadar larangan, melainkan pedoman yang membentuk karakter anak. Tanpa aturan yang jelas dan konsisten, anak bisa tumbuh tanpa arah dan bingung tentang nilai yang harus dipegang.

Contoh aturan yang baik, seperti bermain HP hanya ketika hari libur, tidak boleh berbicara kasar kepada anggota keluarga, atau tidur maksimal jam 9 malam di hari sekolah.

Konsistensi sangat penting. Jika suatu aturan hanya ditegakkan saat mood orangtua sedang baik, maka anak pun akan bingung dan bisa kehilangan rasa hormat terhadap aturan itu sendiri.

7. Orangtua mau mengakui dan memperbaiki kesalahan

Ilustrasi ibu mau mengakui dan memperbaiki kesalahan

Photo :
  • https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-perempuan-kaum-wanita-anak-6210202/

Tidak ada orangtua yang sempurna. Kita bisa marah, berteriak, atau bereaksi berlebihan. Tapi yang membedakan orangtua hebat adalah mereka mau meminta maaf dan memperbaiki kesalahan.

Dengan meminta maaf, kita mengajarkan pada anak bahwa manusia bisa salah, dan yang penting adalah bagaimana kita memperbaikinya. Ini membangun kepercayaan dan membuat anak merasa dihargai sebagai pribadi.

Kalimat seperti, “Maaf tadi Ibu marah banget. Ibu seharusnya bisa bicara lebih tenang.” bisa berdampak bagi anak karena mengajarkan untuk memperbaiki diri dan berani meminta maaf.

Keberhasilan parenting bukan soal prestasi anak, tapi apakah anak merasa dicintai, dihargai, didengarkan, dan punya tempat aman untuk tumbuh dan berkembang secara emosional. Itulah esensi menjadi orangtua hebat.