Tradisi Adat Bali Perpaduan Budaya dan Spiritualitas yang Memikat Dunia
- https://www.pexels.com/photo/traditional-balinese-dance-at-sunset-temple-32877907/
Budaya, VIVA Bali –Bali, yang dijuluki Pulau Dewata, tidak hanya mempesona lewat pantai berpasir putih dan panorama alamnya, tetapi juga dengan kekayaan tradisi adat yang sarat nilai budaya dan spiritualitas. Setiap upacara adat di Bali merupakan warisan turun-temurun yang tetap lestari di tengah arus modernisasi, sekaligus menjadi daya tarik utama bagi wisatawan mancanegara.
Menurut Stekom.ac.id, filosofi Tri Hita Karana menjadi dasar dari seluruh ritual adat di Bali. Filosofi ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta.
Galungan dan Kuningan
Galungan dirayakan sebagai peringatan kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (kejahatan). Jalanan desa dihiasi penjor—bambu hias yang melambangkan kemakmuran dan rasa syukur. Sepuluh hari kemudian, Kuningan menutup rangkaian perayaan dengan ritual persembahan khusus untuk leluhur. “Suasana Galungan dan Kuningan selalu membuat hati tenang, apalagi ketika penjor berderet di sepanjang jalan desa,” ungkap seorang warga di Denpasar.
Melasti, Penyucian Diri di Laut
Beberapa hari sebelum Nyepi, umat Hindu Bali menggelar upacara Melasti di pantai atau sumber air. Prosesi ini menjadi simbol pembersihan diri dan alam dari segala kekotoran. Masyarakat berbondong-bondong membawa pratima, sesajen, dan perlengkapan upacara menuju laut atau danau. Traveloka.com menyebut Melasti sebagai momen yang memperlihatkan harmoni masyarakat Bali dengan alam serta menjadi daya tarik wisata budaya.
Mekare-kare, Perang Pandan di Karangasem
Di Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem, terdapat tradisi Mekare-kare atau Perang Pandan. Para pria bertarung secara ritual dengan ikatan daun pandan berduri sebagai senjata, sementara tubuh hanya dilindungi kain tenun geringsing khas desa. Tradisi ini bukan sekadar adu fisik, tetapi penghormatan kepada Dewa Indra sekaligus simbol keberanian dan solidaritas.
Nyepi dan Ogoh-Ogoh
Hari Raya Nyepi identik dengan keheningan total selama 24 jam. Tidak ada aktivitas, suara, maupun cahaya. Sehari sebelumnya, masyarakat Bali menggelar Pengerupukan dengan pawai ogoh-ogoh. Patung raksasa berwujud menyeramkan ini diarak keliling desa sebelum akhirnya dibakar sebagai simbol memusnahkan sifat buruk.
Tradisi-tradisi ini bukan hanya bernilai spiritual, tetapi juga memiliki potensi ekonomi. Good News From Indonesia menuliskan bahwa pelestarian adat Bali mampu menjaga identitas budaya sekaligus mendorong sektor pariwisata. Pemerintah daerah dan masyarakat pun terus berupaya melestarikan tradisi melalui festival budaya, pendidikan di sekolah, hingga promosi digital.