Gamelan Digital, Kolaborasi Seniman Bali dan AI Menyemai Laras Baru

Upacara pemalaspasan gamelan di Bali
Sumber :
  • https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b5/Balinese_Gamelan.jpg/1200px-Balinese_Gamelan.jpg

Gumi Bali, VIVA Bali – Upacara pemalaspasan gamelan di Bali, tradisi penyucian alat musik sebelum digunakan dalam pertunjukan. Keberadaan ritual seperti ini menunjukkan betapa sakralnya musik gamelan bagi masyarakat Bali. Namun di era digital kini, seniman Bali mulai menantang batas dengan memanfaatkan teknologi baru. Proyek “Gamelan Digital” misalnya, berupaya menggabungkan kecerdasan buatan (AI) dengan komposisi gamelan tradisional untuk menghasilkan laras atau skala nada baru.

Langkah ini sejalan dengan upaya memperkuat tradisi sekaligus mendorong kreativitas; seperti dikemukakan seniman I Wayan Ary Wijaya, musik gamelan digital (DGM) lahir dari “menghubungkan gamelan dan teknologi musik” sebagai medium inspirasi, sehingga tradisi gamelan tetap hidup bahkan ketika diolah dalam ranah modern.

 

Menyemai Tradisi di Tanah Digital

 

Era digital telah mengubah cara karya gamelan dihadirkan. Pertunjukan gamelan yang dulu hanya hidup lewat pertemuan fisik kini migrasi ke platform online seperti YouTube, Instagram, dan TikTok. Adaptasi ini bukan sekadar tren: menjembatani gamelan ke ruang digital menjadi strategi vital menjaga eksistensi budaya.

 


Di balik peluang globalisasi tersebut tersimpan tantangan: bagaimana menjaga nuansa spiritual dan kebersamaan dalam musik kolektif saat media hanya menampilkan fragmen visual?
Para pakar mengingatkan bahwa AI mungkin bisa mengenali elemen melodi, harmoni, ritme, tempo gamelan bale ganjur, lalu membangkitkan musik sesuai struktur karawitan Bali, tetapi ia tak dapat memahami makna sakral di baliknya. Isu kekayaan kultural yang dijadikan data semata dan musik tradisional yang menjadi arsip instan pun menjadi kekhawatiran tersendiri.

 

Inovasi AI dalam Proses Penciptaan

 

Dalam konteks “Gamelan Digital”, AI bukan menggantikan musisi, melainkan jadi partner eksplorasi. AI dapat digunakan untuk menganalisis dan mengombinasikan laras gamelan. Misalnya, AI mampu mengidentifikasi “sidik jari sonik” laras gamelan, membedakan ansambel Bali berdasarkan perpaduan frekuensi dan karakter instrumen. Dengan modal itu, AI dapat membantu perancang musik menemukan pola nada baru atau melakukan improvisasi berbasis data tradisional.

 

Proyek-proyek kreatif kontemporer di Bali juga tak luput dari teknologi. Di Universitas Udayana bahkan digelar pentas riset neuro-musik yang melibatkan interfacing otak-otak dan seniman gamelan, memanfaatkan AI untuk memetakan “proses kreatif penciptaan gamelan baru” dan bagaimana otak bekerja saat itu. Ini menunjukkan bahwa penciptaan gamelan digital kini melibatkan disiplin ilmu komputer, neuro-sains, dan kesenian tradisi.

Bahkan karya sederhana pun muncul, misalnya seorang pelajar SMP di Buleleng membuat alat gamelan digital berbasis mikrokontroler Arduino yang dapat “menyesuaikan nada dari gamelan asli”. Inovasi-inovasi ini mencerminkan semangat generasi muda Bali yang memadukan hobi teknologi dengan pelestarian kearifan lokal.

 

Nilai Budaya Dijaga atau Ditransformasi

 

Kolaborasi dengan mesin mengundang pertanyaan tentang nilai-nilai Bali yang bertahan. Secara tradisi, gamelan sarat akan swadana (jiwa), gotong royong, dan konteks upacara. Seniman senior menekankan pentingnya “rasa” atau kesadaran manusiawi dalam bermusik, yang tak tergantikan oleh kecanggihan teknologi.

 

Di sisi lain, komposer seperti Ary Wijaya berpendapat setiap budaya musik gamelan ataupun Barat punya kelebihannya masing-masing. Menurut Ary Wijaya, kelebihan-keuntungan ini menarik untuk digabungkan menjadi repertoar baru, tanpa menurunkan orisinalitas dan otentisitas nilai seni gamelan. Artinya, inovasi melalui AI bisa berlangsung sejauh nilai luhur tetap dihormati.

Aspek-aspek kearifan lokal seperti pola irama ritmis yang spesifik, filosofi upacara, atau semangat kolektif gamelan harus tetap dihayati oleh pencipta. Jika berhasil, gamelan digital tak hanya kaya nada, tapi juga bermakna.

 

Pandangan Seniman Bali untuk Masa Depan

 

Para pelaku seni Bali umumnya melihat era digital sebagai kesempatan baru. Mereka berupaya menghambat logika viralitas dangkal dengan cara menyeimbangkan teknologi dan kemanusiaan. Misalnya, kelompok-kelompok gamelan Bali aktif berinovasi dengan publikasi konten digital berkualitas, bukannya sekadar mengejar “30 detik ketenaran”.

Berbagai komunitas gamelan sengaja memperlambat ritme dan memperkaya konteks tayangan digital untuk mengajak generasi muda “menyelami” tradisi, bukan cuma menonton sekilas.

 

Dalam wawancara, beberapa musisi Bali menegaskan bahwa masa depan gamelan tradisional bukan terletak pada kecanggihan mesin semata, melainkan seberapa dalam kita mampu “menanamkan rasa, kaidah, dan kemanusiaan” dalam ekosistem digital. AI dipandang sebagai alat pembantu yang dapat memperluas palet ekspresi gamelan, selama kita tetap memegang kendali narasi budaya.

Dengan pendekatan kreatif seperti inilah harapan muncul musik gamelan tradisional tidak mati tertimbun zaman, melainkan tumbuh subur di tanah digital, membuahkan nada-nada baru sekaligus menumbuhkan penghayatan lama.