5 Desa Adat di Bali yang Masih Menjaga Tradisi Leluhur dengan Ketat
- http://conunpardemaletas.com/
Gaya Hidup, VIVA Bali –Pulau Bali kerap dikenal sebagai destinasi wisata dunia dengan panorama alam yang menakjubkan. Namun, daya tarik Bali sejatinya tidak hanya terletak pada pantainya yang eksotis, tetapi juga pada kekayaan budaya dan adat istiadat yang masih dijaga erat oleh masyarakatnya. Di balik gemerlap pariwisata modern, sejumlah desa adat di Bali tetap menjadi benteng peradaban leluhur yang tak lekang oleh waktu.
Gadis-gadis Bali tampil cantik dengan Kain Gringsing
- http://kemenparekraf.go.id/
Masyarakat Bali hidup dalam tatanan sosial dan spiritual yang sangat kental, dengan sistem adat yang disebut ‘Desa Pakraman’. Sistem ini bukan hanya struktur administratif, melainkan juga sarana pelestarian nilai-nilai tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. Tradisi ini mencakup berbagai aspek kehidupan: mulai dari ritual keagamaan, pakaian adat, arsitektur, hingga cara bersosialisasi. Desa-desa adat menjadi pusat kehidupan budaya Bali dan memiliki otonomi dalam pengelolaan adat melalui lembaga desa adat.
Berikut ini lima desa adat yang menjadi representasi kuat dari bagaimana tradisi Bali tetap bertahan, bahkan di tengah modernisasi global.
1. Desa Penglipuran, Bangli
Suasana Desa Penglipuran, salah satu desa terbersih di dunia
- http://kemenparekraf.go.id/
Desa Penglipuran menjadi simbol keharmonisan antara manusia dan alam. Tata letak desa dibangun berdasarkan konsep Tri Mandala, yaitu pembagian ruang menjadi utama mandala (paling suci), madya mandala (ruang tengah), dan nista mandala (ruang profan). Hal ini mencerminkan filosofi Tri Hita Karana, yakni hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam.
Penglipuran juga memiliki awig-awig yang mengatur larangan penggunaan kendaraan bermotor di kawasan utama desa. Hasilnya, suasana tenang dan alami tetap terjaga. Tradisi gotong royong pun masih hidup, di mana masyarakat bahu-membahu dalam setiap kegiatan adat maupun pembangunan desa.
2. Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem
Tenganan dikenal sangat eksklusif terhadap masuknya pengaruh luar. Sistem sosialnya sangat tertutup. Di sini, pernikahan hanya diperbolehkan sesama warga desa. Jika menikah dengan orang luar, maka warga tersebut dianggap keluar dari keanggotaan desa adat.
Upacara Usaba Sambah, yang berlangsung selama sebulan penuh, adalah peristiwa adat terbesar di desa ini. Dalam upacara ini, para pemuda akan mengikuti rangkaian kegiatan keagamaan yang melibatkan tarian sakral dan pembacaan lontar kuno. Semua ritual dilakukan di Bale Agung, balai pertemuan suci milik desa.
Keberadaan Kain Gringsing, kain tenun ikat ganda khas Bali yang dianggap suci karena dipercaya mampu menangkal roh jahat dan penyakit, semakin memperkuat nuansa spiritual yang kental di Tenganan.
3. Desa Sidatapa, Buleleng
Di Sidatapa, tatanan adat diwariskan secara turun-temurun melalui lisan, sehingga tradisi tetap hidup secara alami dalam keseharian masyarakat. Selain bangunan rumah yang memiliki makna filosofis, desa ini juga dikenal dengan sistem kekerabatan prasi, di mana silsilah keluarga menjadi dasar pembentukan struktur sosial.
Prosesi Nyepi Desa, yang berbeda dari Hari Raya Nyepi nasional, juga masih dijalankan. Dalam upacara ini, seluruh aktivitas masyarakat dihentikan selama satu hari penuh sebagai bentuk penyucian desa. Tidak hanya spiritual, desa juga menjaga kearifan lokal seperti pembuatan minuman tradisional dan anyaman bambu khas Bali Aga.
4. Desa Julah, Buleleng
Masyarakat Desa Julah dikenal taat dalam menjalankan tradisi keagamaan berbasis kearifan lokal. Selain upacara Melianin, desa ini memiliki kebiasaan spiritual lain, seperti ngaturang banten (persembahan) yang dilakukan hampir setiap hari di rumah-rumah warga.
Di desa ini juga masih terdapat pemangku adat dan jro mangku (tokoh spiritual) yang memainkan peran penting dalam menjaga kelangsungan upacara adat. Mereka menjadi penghubung antara masyarakat dan dunia niskala (tak kasat mata), serta memastikan bahwa segala bentuk kegiatan adat dilakukan sesuai dengan warisan leluhur.
5. Desa Cempaga, Buleleng
Desa Cempaga menjadi salah satu dari sedikit desa di Bali yang masih menjaga kesakralan Tari Rejang. Tarian ini bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan bagian dari proses komunikasi spiritual dengan para dewa. Gerakan tari dilakukan secara intuitif oleh para penari wanita yang disebut sekaa rejang, dan dipercaya mendapatkan ilham langsung dari roh suci.
Sekelompok gadis kecil Bali menari Tari Rejang Dewa
- http://disbud.bulelengkab.go.id/
Selain itu, Cempaga juga memiliki tradisi mesatua bali atau dongeng lisan yang disampaikan secara turun-temurun. Kisah-kisah rakyat Bali ini diajarkan kepada anak-anak sebagai cara untuk melestarikan nilai-nilai moral dan budaya lokal.
Menjaga Desa Adat = Melestarikan Budaya
Menjelajahi desa-desa adat di Bali seperti membuka lembaran hidup dari masa lalu yang masih nyata di masa kini. Tradisi yang mereka pegang bukan sekadar upacara simbolik, tapi bagian dari identitas dan sistem hidup yang menyatu dalam keseharian.
Dengan tetap menjalankan awig-awig, membuat kain gringsing, menari Rejang, atau menyelenggarakan upacara Melianin, masyarakat desa adat Bali membuktikan bahwa pelestarian budaya tidak menghalangi kemajuan. Justru, budaya yang terjaga dengan baik bisa menjadi kekuatan dalam menghadapi tantangan global, sekaligus menjadi daya tarik wisata budaya yang berkelanjutan.